Kamis, 14 April 2016

Minggu Ke VIII ASURANSI KECELAKAAN DIRI DAN PROSEDUR KLAIM ASURANSI KECELAKAAN

Minggu Ke VIII
ASURANSI KECELAKAAN DIRI
A.PENGERTIAN
Asuransi kecelakaan diri (personal accident) adalah suatu asuransi yang benda pertanggungannya adalah diri badan manusia. Dalam asuransi kecelakaan juga ditetapkan sejumlah dana yang akan diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung ditimpa kecelakaan. Karena tingkat penderitaan yang disebabkan oleh kecelakaaan bermacam-macam, ringan, sedang, berat, cacat permanent, bahkan meninggal, tentu sangat sulit untuk menentukan jumlah uang tanggungan untuk berbagai tingkat dan macam penderitaan.
Oleh karena itu, dalam praktik asuransi, hanya kepada yang meninggal atau cacat permanen yang diberikan sejumlah uang sebagai santunan. Sedangkan penderita yang tidak sampai cacat permanen, maka biaya pengobatannya ditanggung oleh penanggung (perusahaan asuransi).
Dalam bidang asuransi, yang dimaksud dengan kecelakaan adalah benturan atau sentuhan benda keras atau benda cair (kimiawi) atau gas atau api yang datangnya dari luar, terhadap badan (jasmani) seseorang yang mengakibatkan kematian atau cacat atau luka, yang sifat dan tempatnya dapat ditentukan oleh dokter.
Tujuan Asuransi Kecelakaan
Sesuai dengan pengertian asuransi kecelakaan, maka tujuan asuransi kecelakaan adalah untuk memberikan jaminan kepada seseorang bahwa ia atau ahli warisnya akan memperoleh santunan sebagai kompensasi dari suatu kerugian yang dideritanya, yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan.
B. JENIS SANTUNAN
Berdasarkan kemungkinan kerugian atau cacat yang diderita oleh suatu kecelakaan, maka kondisi santunan dalam asuransi kecelakaan dibagi dalam 4 (empat) tingkatan yaitu : santunan untuk yang meninggal dunia, santunan untuk cacat tetap, santunan untuk cacat sementara, dan santunan untuk biaya pengobatan.
1. Santunan untuk meninggal dunia (death) (A)
Apabila tertanggung meninggal dunia yang disebabkan oleh suatu kecelakaan yang ditanggung oleh polis, maka ahli warisnya atau pihak yang ditunjuk (namanya dicantumkan dalam polis), memperoleh santunan dari penanggung sebesar uang pertanggungan (UP), yang besarnya ditentukan ketika menutup asuransi.
2. Santunan untuk cacat tetap (permanent disability) (B)
Cacat di bagian tertentu jasmani yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan yang ditanggung polis.
Cacat ini bersifat permanen (tetap), artinya :
·         Bagian jasmani yang cacat tidak dapat berfungsi lagi seperti semula, sebelum ditimpa kecelakaan.
·         Bagian jasmani yang cacat berkurang kemampuannya dari kemampuan semula, sebelum kecelakaan, dan berkurangnya kemampuan tersebut bersifat permanen.
Besarnya santunan untuk cacat tetap ditentukan berdasarkan suatu persentase dari UP, yang ditentukan persentase dan UP-nya ketika menutup asuransi.
3. Santunan untuk cacat sementara (temporary                disability) (C)
Cacat tertentu di bagian jasmani yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan yang ditanggung oleh polis. Cacat bagian jasmani yang terkena kecelakaan tersebut menyebabkan ketidakmampuan untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari. Cacat sementara ini bisa sembuh kembali seperti semula sebelum terjadi kecelakaan.
Besarnya santunan ditentukan sekian persen (biasanya 1 %) dari UP kematian (A), yang diberikan oleh penanggung setiap minggu selama 52 minggu. Berarti, uang santunan maksimal 52 % dari UP kematian (A).
4. Santunan untuk biaya pengobatan (medical  expences) (D)
Santunan untuk biaya pengobatan setiap kali kecelakaan yang ditanggung oleh polis pada umumnya maksimal 10 % dari UP cacat tetap (B).
C. PREMI ASURANSI
Beberapa ketentuan yang perlu dipahami dalam premi asuransi kecelakaan diri adalah seperti diuraikan berikut ini :
1.Tarif Premi
Pada umumnya tarif premi asuransi kecelakaan ditentukan berdasarkan jenis kegiatan atau pekerjaan orang yang ditanggung. Semakin berat pekerjaannya semakin besar pula risiko kecelakaan yang akan terjadi, dan semakin berbahaya pekerjaan yang dikerjakan oleh tertanggung maka semakin besar pula risiko kecelakaan yang akan terjadi, sehingga preminya pun lebih besar apabila dibandingkan dengan suatu pekerjaan yang risiko kecelakaannya kecil. Maka tarif premi asuransi kecelakaan biasanya ditentukan berdasarkan klasifikasi berat ringannya dan berbahaya tidaknya pekerjaan seseorang.
2. Lamanya Jaminan
 Lamanya berlaku jaminan juga berpengaruh terhadap besar kecilnya premi asuransi. Seseorang yang menutup asuransi kecelakaan untuk jangka waktu satu tahun akan dikenakan tarif premi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan jangka waktu asuransi kecelakaan kurang dari satu tahun. Lamanya jaminan atas asuransi kecelakaan dapat ditutup untuk hal-hal berikut :
1.  Satu kali perjalanan atau pulang pergi. Lamanya jaminan yang demikian biasanya digunakan untuk sopir bis penumpang atau supir truk atau pilot, dan lain-lain pekerjaan sejenis jaminan berlangsung 24 jam terus-menerus selama perjalanan tersebut
2. Selama 2 bulan atau 6 bulan atau lebih dari 12 bulan. Jaminan berlangsung 24 jam terus-menerus selama jangka waktu asuransi.
D. JAMINAN SANTUNAN
Berikut ini akan dikemukakan jaminan santunan yang dijalankan dalam praktik oleh PT. Asuransi Jiwasraya, yang merupakan suatu perusahaan asuransi jiwa, akan tetapi juga menanggung asuransi kecelakaan untuk memperluas pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Macam jaminan kecelakaan, dibagi ke dalam empat macam jaminan, yang disebut lengkap-1, lengkap-2, dan lengkap-3.
       Lengkap-1 merupakan jaminan atas risiko kecelakaan, tetapi tidak termasuk risiko molest (penganiayaan, perbuatan kekerasan dalam pemberontakan huru hara, pengacauan, atau perbuatan teroris dan risiko mengendarai sepeda motor. Premi sebesar 2, 25 untuk setiap 1.000 jumlah UP.
       Lengkap-2 merupakan jaminan atas risiko kecelakaan, termasuk risiko molest, tetapi tidak termasuk risiko mengendarai sepeda motor. Premi sebesar 4,5 untuk setiap 1.000 jumlah UP.
       Lengkap-3 merupakan jaminan atas risiko kecelakaan, termasuk risiko molest dan risiko mengendarai sepeda motor. Premi sebesar 6,25 untuk setiap 1.000 jumlah UP.
·         Apabila tertanggung mengalami kecelakaan dalam masa asuransi, sehingga meninggal dunia seketika pada saat itu, atau meninggal dunia dalam masa 30 x 24 jam setelah jam terjadinya kecelakaan dimaksud, maka ahli warisnya atau pihak yang ditunjuk (yang disebutkan namanya dalam polis) memperoleh santunan 100% dari UP.
·         Apabila tertanggung dalam masa asuransi oleh suatu kecelakaan yang menimpa dirinya mengalami cacat tetap dalam masa 90 x 24 jam setelah terjadinya kecelakaan, maka atas kondisi dari kedua macam cacat tetap ini, besarnya santunan adalah sebagai berikut :
1. Cacat tetap seluruhnya, akan dibayarkan uang santunan sebesar 100% dari UP apabila:
      1.1. Kedua tangan kehilangan fungsi
      1.2. Kedua kaki kehilangan fungsi
      1.3. Kedua mata kehilangan fungsi
      1.4. Satu tangan dan satu kaki kehilangan fungsi
      1.5. Satu tangan dan satu mata kehilangan fungsi
      1.6. Dua atau lebih dari anggota badan bersama-sama Kehilangan fungsi
2. Cacat tetap seluruhnya, akan dibayarkan uang santunan sebesar 100% daru UP        apabila:
    2.1. Tangan kanan mulai dari bahu kehilangan fungsi, sebesar 70% dari UP
           2.2. Tangan kanan mulai dari siku kehilangan fungsi, sebesar 65% dari UP
                  2.3. Tangan kanan mulai dari pergelangan kehilangan fungsi, sebesar 60% dari    UP
                  2.4. Tangan kiri mulai dari bahu kehilangan fungsi, sebesar 56% dari UP
                  2.5. Tangan kiri mulai dari siku kehilangan fungsi, sebesar 52% dari UP
                  2.6. Tangan kiri mulai dari pergelangan kehilangan fungsi, sebesar 50% dari UP.
                  2.7. Satu kaki kehilangan fungsi, sebesar 50% dari UP
                  2.8. Satu mata kehilangan fungsi, sebesar 50% dari UP
    2.9. Jari jempol tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar 25% dari UP
                  2.10. Jari jempol tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 20% dari UP
   2.11. Jari telunjuk tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar 15% dari UP
   2.12. Jari telunjuk tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 12% dari UP
   2.13. Jari kelingking tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar 12% dari UP
   2.14. Jari kelingking tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 7% dari UP
   2.15. Jari tengah atau jari manis tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar           10% dari   UP
   2.16. Jari tengah atau jari manis tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 8%          dari UP
   2.17. Satu jari kaki kehilangan fungsi, sebesar 5% dari UP
   2.18. Bila sebagian dari salah satu anggota badan yang disebutkan di atas           kehilangan    
            fungsi, pembayaran uang santunan dikurangi secara           proporsional.

       Pengajuan klaim harus diajukan dalam jangka waktu paling lama satu bulan setelah terjadinya kematian atau cacat, dengan menyediakan bukti-bukti berikut :
1. Apabila tertanggung menjadi cacat karena suatu kecelakaan yang ditanggung oleh polis, maka disediakan :
      1.1. Polis yang bersangkutan
 1.2. Surat keterangan pengenal diri
1.3. Surat keterangan kecelakaan dari polisi
1.4. Surat keterangan dari dokter yang memeriksa kesehatan tertanggung setelah  mengalami kecelakaan
                       1.5. Kwitansi yang sah dari premi pembayaran premi teralih.
2. Bila tertanggung meninggal dunia karena suatu kecelakaan yang ditanggung oleh  polis, maka disediakan :
                2.1. Polis yang bersangkutan
               2.2. Surat pengenal diri pemegang polis
               2.3. Surat keterangan dari polisi
               2.4. Surat keterangan dari pamongpraja
                2.5. Kwitansi yang sah dari pembayaran premi terakhir
2.6   Tangan kiri mulai dari pergelangan kehilangan fungsi, sebesar 50% dari UP.
                2.7. Satu kaki kehilangan fungsi, sebesar 50% dari UP
 2.8. Satu mata kehilangan fungsi, sebesar 50% dari UP
                2.9. Jari jempol tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar 25% dari UP
2.10. Jari jempol tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 20% dari UP
2.11. Jari telunjuk tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar 15% dari UP
2.12. Jari telunjuk tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 12% dari UP
2.13. Jari kelingking tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar 12% dari UP
2.14. Jari kelingking tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 7% dari UP
2.15. Jari tengah atau jari manis tangan kanan kehilangan fungsi, sebesar              10% dari   UP
2.16. Jari tengah atau jari manis tangan kiri kehilangan fungsi, sebesar 8%             dari UP
2.17. Satu jari kaki kehilangan fungsi, sebesar 5% dari UP
2.18. Bila sebagian dari salah satu anggota badan yang disebutkan di atas              kehilangan   fungsi, pembayaran uang santunan dikurangi secara                proporsional.

E. PENGAJUAN KLAIM
Pengajuan klaim harus diajukan dalam jangka waktu paling lama satu bulan setelah terjadinya kematian atau cacat, dengan menyediakan bukti-bukti berikut :
1. Apabila tertanggung menjadi cacat karena suatu kecelakaan yang ditanggung oleh polis, maka disediakan :
        Polis yang bersangkutan
        Surat keterangan pengenal diri
        Surat keterangan kecelakaan dari polisi
        Surat keterangan dari dokter yang memeriksa kesehatan tertanggung setelah   mengalami kecelakaan
        Kwitansi yang sah dari premi pembayaran premi teralih.
2. Bila tertanggung meninggal dunia karena suatu kecelakaan yang ditanggung oleh  polis, maka disediakan :
·          Polis yang bersangkutan
        Surat pengenal diri pemegang polis
        Surat keterangan dari polisi
        Surat keterangan dari pamongpraja
        Kwitansi yang sah dari pembayaran premi terakhir.

PROSDUR KLAIM ASURANSI KECELAKAAN DIRI
Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam semua asuransi, termasuk asuransi kecelakaan diri adalah prosedur klaim jika terjadi peristiwa yang diperjanjikan dalam dalam polis.
1. jika terjadi kecelakaan terhadap diri tertanggung, maka tertanggung atau ahli waris atau yang berkepentingan, harus segera melaporkan kejadian tersebut kepada perusahaan asuaransi.
       Laporan diharapkan sudah masuk selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah terjadinya kecelakaan/kematian. Pelaporan bisa dilakukan secara tertulis (surat, teleks, faksimili, email dengan disertai pemberitahuan mengenai:
       tempat, tanggal dan waktu terjadinya kecelakaan/musibah;
        Sebab-sebab terjadinya kecelakaan/musibah;
        Akibat kecelakaan/musibah yang dialami oleh tertanggung/anggota tertanggung;
       keterangan2 lainnyayg dianggap perlu oleh penanggung berkaitan dengan kecelakaan tersebut.
2. Setelah perusahaan asuransi menerima pemberitahuan dari tertanggung, perusahaan akan segera mengadakan survei klaim. Tujuan survei ini adalah untuk memperoleh keterangan2 yg akurat akan kebenaran terjadinya musibah.
3. Selanjutnya, tertanggung/ahli waris/yang berkepentingan menyerahkan polis asuransi aslinya;
4. Perusahaan asuransi atau penanggung akan memeriksa keabsahan polis terutama menyangkut: apakah polis tersebut masih berlaku dan apakah premi telah dibayar/dilunasi. Bila polis dianggap absah, maka tertanggung diminta untuk melengkapi dokumen2 berikut:
       laporan kerugian tertanggung/tuntutan ganti rugi
       berita acara kejadian
       foto kopi kartu tanda penduduk (KTP) tertanggung
       dalam hal kematian dan cedera akibat kecelakaan, perlu dilengkapi dengan:
      a) Surat Keterangan Polisi/RS atau visum et repertum (bila ada)
      b) Surat Keterangan Kematian dari lurah/domisili tertanggung
      c) Surat Keterangan Dokter.
       Bukti-bukti asli biaya pengobatan/ perawatan dokter/RS/Puskesmas
       Fotokopi rotgen (bila ada)
       Surat Keterangan lain dalam hal tertanggung hilang dalam suatu musibah (kapal terbang, kapal laut, angkutan darat, berburu, wisata, riset, olah raga, dll)
5. dokumen2 ini akan diteliti dan dianalisa secara seksama oleh perusahaan asuransi terutma yg berhubungan dengan:
       Apakah tertanggung atau beneficiary adalah pihak yang berkepentingan
        Apakah kecelakaan itu terjadi dijamin dalam syarat-syarat polis
        Apakah kecelakaan terjadi itu dalam jangka waktu pertanggungan
        Apakah ada unsur kesengajaan.
        Meneliti kembali ada tidaknya hal-hal yg diragukan, misalnya penyelewengan fakta-fakta atau adanya unsur penipuan pada waktu penutupan pertanggungan
        Mempelajari dan meneliti besarnya klaim yang diajukan.
Setelah Pihak penanggung mempelajari polis tersebut ada beberapa kemungkinan jawaban, yakni:
I. Bila klaim dianggap tidak sah, maka klaim segera ditolak denga alasan:
  • Tidak dijamin kondisi polis dan tidak memenuhi persyaratan polis
  • Sebab kecelakaan/kematian dapat dibuktikan tidak benar (penipuan)
  • Tertanggung atau beneficiary bukan yang tercantum dalam polis
  • Kematian disengaja atau dilakukan dengan sengaja oleh beneficiary yang tidak berkentingan
II. Bila klaim sah, penanggung akan segera memproses dan mengkonfirmasikan kepada tertanggung tentang santunan dan membayarnya.
III. Bila klaim dainggap rumit, sehingga memerlukan penanganan seorang ahli untuk pengambilan keputusan, atau penanganan klaim membutuhkan waktu yang lama terutama dalam pengumpulan bukti-bukti yg lengkap, maka penanganan klaim selanjutnya diserahkan kepada Loss Adjuster.
6. Setelah laporan dari Loss Adjuster diterima, penanggung akan mempelajarinya dan segera mengkonfirmasikannya kepada tertanggung.
7. Apabila tercapai kesepakatan, maka pembayaran santunan segera dilaksanakan.

8. Bila tertanggung tidak menyetujui keputusan penanggung yang diambil dengan memperhatikan rekomendasi Loss Adjuster, maka penyelesaian klaim dilakukan melaluipengadilan/arbitrase. 

Rabu, 13 April 2016

HAK DAN KEWAJIBAN PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN


HAK DAN KEWAJIBAN PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN


1. Penumpang.
Pengertian Penumpang:
Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak kendaraan (Pasal 1 butir 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Hak Penumpang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                            Pasal 134

(1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
                                                                            Pasal 151 

3) Yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah.
                                                                           Pasal 173

(1) Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                                                          Pasal 176

Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
                                                                         Pasal 177

Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.
                                                                        Pasal 178

(1) Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan.
(2) Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
                                                                       Pasal 239

(1) Penyandang cacat, orang sakit, lanjut usia, dan anak-anak berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara.
Kewajiban Penumpang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                      Pasal 337

(1) Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada badan usaha angkutan udara yang akan mengangkut penumpang
tersebut.
2. Pengirim Barang.
Pengertian Pengirim Barang:
Pengirim adalah orang yang mengikatkan dirinya untuk membayar upah angkutan (HMN Purwosujtipto).
Hak Pengirim Barang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                     Pasal 176

Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
                                                                    Pasal 177

Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.
Kewajiban Pengirim Barang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:

Pasal 138

(1) Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus dan/atau berbahaya wajib menyampaikan pemberitahuan kepada pengelola pergudangan dan/atau badan usaha angkutan udara sebelum dimuat ke dalam pesawat udara.

                                                                   Pasal 155
(1) Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo.

;                                                            Pasal 155



(1) Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo.

HAK DAN KEWAJIBAN PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG DI DALAMUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

HAK DAN KEWAJIBAN PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG DI DALAMUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

 

1. Penumpang.
Pengertian Penumpang:
Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak kendaraan (Pasal 1 butir 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Hak Penumpang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran:
                                                                              Pasal 38

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
                                                                             Pasal 42

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
                                                                           Pasal 152

(1) Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang.
Kewajiban Penumpang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran:
                                                                         Pasal 272

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang pelayaran wajib menyampaikan data dan informasi kegiatannya kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
2. Pengirim Barang.
Pengertian Pengirim Barang:
Pengirim adalah orang yang mengikatkan dirinya untuk membayar upah angkutan (HMN Purwosujtipto).
Hak Pengirim Barang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran:
                                                                      Pasal 38

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
Kewajiban Pengirim Barang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran:
                                                                     Pasal 47

Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang khusus wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan.
                                                                    Pasal 272

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang pelayaran wajib menyampaikan data dan informasi kegiatannya kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.


HAK DAN KEWAJIBAN PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

HAK DAN KEWAJIBAN PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

. Penumpang.
Pengertian Penumpang:
Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak kendaraan (Pasal 1 butir 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Hak Penumpang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                            Pasal 134

(1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
                                                                            Pasal 151 

3) Yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah.
                                                                           Pasal 173

(1) Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                                                          Pasal 176

Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.

                                                                         Pasal 177

Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.

                                                                        Pasal 178

(1) Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan.
(2) Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
                                                                       Pasal 239

(1) Penyandang cacat, orang sakit, lanjut usia, dan anak-anak berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara.
Kewajiban Penumpang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                      Pasal 337

(1) Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada badan usaha angkutan udara yang akan mengangkut penumpang
tersebut.

2. Pengirim Barang.
Pengertian Pengirim Barang:
Pengirim adalah orang yang mengikatkan dirinya untuk membayar upah angkutan (HMN Purwosujtipto).
Hak Pengirim Barang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                     Pasal 176

Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
                                                                 
Pasal 177

Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.
Kewajiban Pengirim Barang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
                                                                   Pasal 138

(1) Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus dan/atau berbahaya wajib menyampaikan pemberitahuan kepada pengelola pergudangan dan/atau badan usaha angkutan udara sebelum dimuat ke dalam pesawat udara.
                                                                   Pasal 155


(1) Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo.

HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN.

§  Pengertian Penerima.
Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan terhadap diterimanya barang kiriman.
§  Hak Penerima di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Pasal 145
(1) Pada saat barang tiba di tempat tujuan, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian segera memberitahu kepada penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat segera diambil.

Pasal 158
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diterima oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sampai dengan diserahkannya barang kepada penerima.

Pasal 164
(2) Dalam hal terdapat kerusakan barang pada saat barang diterima, penerima barang dapat mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak barang diterima.
§  Kewajiban Penerima di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Pasal 145
(2) Biaya yang timbul karena penerima barang terlambat dan/atau lalai mengambil barang menjadi tanggung jawab penerima barang.
Pasal 161

(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak menahan barang yang diangkut dengan kereta api apabila pengirim atau penerima barang tidak memenuhi kewajiban dalam
batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian angkutan.
(2) Pengirim atau penerima barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya penyimpanan atas barang yang ditahan.

HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

§  Pengertian Penerima.
Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan terhadap diterimanya barang kiriman.
§  Hak Penerima di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Pasal 1
28. Surat Muatan Udara (airway bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo.

Pasal 162
(1) Pengangkut wajib segera memberi tahu penerima kargo pada kesempatan pertama bahwa kargo telah tiba dan segera diambil.

Pasal 175

(1) Klaim atas kerusakan kargo harus diajukan pada saat kargo diambil oleh penerima kargo.
2) Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya kargo harus diajukan pada saat kargo seharusnya diambil oleh penerima kargo.
Pasal 181

(2) Dalam hal tidak ada perjanjian oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kerugian yang diderita penumpang, pengirim, dan/atau penerima kargo menjadi tanggung jawab pihak pengangkut yang mengeluarkan dokumen angkutan.
§  Kewajiban Penerima di dalam  Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
Pasal 162
(2) Biaya yang timbul akibat penerima kargo terlambat atau lalai mengambil pada waktu yang telah ditentukan menjadi tanggung jawab penerima.

Pasal 164

(1) Dalam hal penerima kargo, setelah diberitahu sesuai dengan waktu yang diperjanjikan tidak mengambil kargo, semua biaya yang ditimbulkannya menjadi tanggung jawab penerima kargo.

HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA PERGUDANGAN DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA PERGUDANGAN DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.


§  Pengertian Pengusaha Pergudangan.
Pengusaha pergudangan adalah perusahaan yang bergerak di bidang jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau penunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai.
§  Hak Pengusaha Pergudangan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
                                                                                Pasal 138
(1) Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus dan/atau berbahaya wajib menyampaikan pemberitahuan kepada pengelola pergudangan dan/atau badan usaha angkutan udara sebelum dimuat ke dalam pesawat udara.
§  Kewajiban Pengusaha Pergudangan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

                                                                               Pasal 138
(2) Badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus dan/atau barang berbahaya wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam pesawat udara.