Pengertian
Dalam Black Law Dictionary ditemukan ada 2 (dua) istilah
tanggung jawab yaitu responsibilty dan liability. Responsibility diartikan
sebagai tanggung jawab untuk melakukan sesuatu karena ia memiliki posisi
tertentu
Liability adalah tanggung jawab untuk menanggung
segala sesuatu sebagai akibat karena melakukan sesuatu.
•
Dalam hukum transportasi istilah tanggung jawab
diambil dari kata liability.
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah,
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul
tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan
menanggung akibatnya.
•
Ridwan Halim mendefinisikan
tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan
peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara
umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu
atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang
telah ada.
•
Purbacaraka berpendapat bahwa
tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam
penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan
kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap
penggunaan hak baik yangn dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan
secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban,
demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung
jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana
Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan
tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan
dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti
rugi kepada pihak yang dirugikan.
2. Macam Macam Tanggung Jawab Hukum
: 1. Tanggung jawab berdasarkan atas unsur kesalahan (liability
based on fault principle),
2. Praduga selalu bertanggungjawab (presumption
of liability principle),
•
3 Praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption
ofnonliability principle),
•
4
Tanggung jawab mutlak (strict liability principle), dan
•
5 Pembatasan tanggung jawab (limitation of
liability principle).
Pertama, Prinsip tanggung jawab berdasarkan
unsur kesalahan (liability based onfault) adalah prinsip yang cukup umum
berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata Pasal 1365, 1366,
1367.
Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365 KUHPerdata, yang dikenal sebagai pasal
tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok,
yaitu :
•
adanya perbuatan;
•
adanya unsur kesalahan;
•
adanya kerugian yang diderita;
•
adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan
kerugian.
Kedua, Prinsip praduga untuk selalu
bertanggung jawab (presumption of liabilityprinciple), sampai ia dapat
membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi,
beban pembuktian ada pada si tergugat.
Tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast)
diterima dalam prinsip tersebut. Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mengadopsi prinsip beban pembuktian terbalik ini yang
ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23.
Dasar pemikiran dari teori Pembalikan Beban Pembuktian
adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan
sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah
yang lazim dikenal dalam hukum pidana. Namun, jika diterapkan dalam kasus
perlindungan konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan.
Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk
membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini
yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen
tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen
sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia
gagal menunjukkan kesalahan tergugat.
Ketiga,
Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab (presumption
ofnonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen
yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense (perasaan yang dirasakan oleh
masyarakat umum) dapat dibenarkan.
Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum
pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang
biasanya dibawa dan diawasi si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari
penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya.
Keempat, Prinsip tanggung jawab mutlak (strict
liability principle) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab
absolut (absolute liability principle). Kendati demikian ada pula para
ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang mengatakan,
strict liability principle adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan
kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada
pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung
jawab, misalnya keadaan memaksa ( force
majeure).
Sebaliknya, absolute liability principle adalah
prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada
pengecualiannya. Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan
perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas antara subjek
yang bertanggungjawab dan kesalahannya. Pada strict liability principle,
hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability principle ,
hubungan itu tidak selalu ada.
Maksudnya, pada absolute
liability principle, dapat saja si tergugat yang dimintai
pertanggungjawaban itu bukan si pelaku
langsung kesalahan tersebut (misalnya dalam kasus bencana alam).
•
Menurut R.C. Hoeber et al., biasanya
prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena
•
(1) konsumen tidak dalam posisi menguntungkan
untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi
yang kompleks,
•
(2)
diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan
atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya
tertentu pada harga produknya,
(3) asas ini dapat memaksa produsen
lebih hati-hati.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan
konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya
produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asas
tanggung jawab itu dikenal dengan nama product liability (tanggung
jawab produk).
•
Agnes M.
Toar mengartikan tanggung jawab produk sebagai tanggung jawab para produsen
untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau
menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.
Kelima, Prinsip
tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liabilityprinciple),
sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula
eksonerasi (pasal pengecualian) dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan, bila
film yang ingin dicuci/cetak itu hilang
atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya
dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol
film baru. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila
ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar