HUKUM TRANSPORTASI
I.1. Pengertian:
Transportasi adalah
pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dalam waktu
tertentu dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia,
hewan, maupun mesin.
Secara yuridis defenisi atau
pengertian transportasi atau pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut hukum atau yuridis ia
diartikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan
pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim, dengan memungut biaya
pengangkutan.
H.M.N Purwosutjipto menyatakan
bahwa “Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan
pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan”
Ridwan Khairindy,
menyebutkan bahwa pengangkutan merupakan pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan, yang unsur-unsurnya yaitu:
•
1. adanya sesuatu yang diangkut;
•
2. tersedianya kendaraan sebagai alat
angkut
•
3. ada tempat yang dapat dilalui alat
angkut.
Fungsi Transportasi
•
Transportasi memiliki untuk melancarkan arus
barang dan manusia, dan menunjang perkembangan pembangunan (the promoting
sector).
Manfaat transportasi yaitu:
• Manfaat
Ekonomi
Kegiatan ekonomi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis barang dan orang sehingga akan menimbulkan adanya transaksi.
Kegiatan ekonomi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis barang dan orang sehingga akan menimbulkan adanya transaksi.
• Manfaat
Sosial
Transportasi menyediakan berbagai kemudahan, diantaranya a) pelayanan untuk perorangan atau kelompok, b) pertukaran atau penyampaian informasi, c) Perjalanan untuk bersantai, d) Memendekkan jarak, e) Memencarkan penduduk.
Transportasi menyediakan berbagai kemudahan, diantaranya a) pelayanan untuk perorangan atau kelompok, b) pertukaran atau penyampaian informasi, c) Perjalanan untuk bersantai, d) Memendekkan jarak, e) Memencarkan penduduk.
• Manfaat
Politis
Transportasi menciptakan persatuan, pelayanan lebih luas, keamanan negara, mengatasi bencana, dll.
Transportasi menciptakan persatuan, pelayanan lebih luas, keamanan negara, mengatasi bencana, dll.
• Manfaat
Kewilayahan
Memenuhi kebutuhan penduduk di kota, desa, atau pedalaman
Memenuhi kebutuhan penduduk di kota, desa, atau pedalaman
Jenis-Jenis Transportasi
• Jenis-
jenis transportasi terbagi menjadi tiga yaitu,
• Transportasi
darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik oleh hewan (kuda,
sapi,kerbau), atau manusia.
• Transportasi
air (sungai, danau, laut): kapal, tongkang, perahu, rakit.
• Transportasi
udara: pesawat terbang.
• Transportasi
udara dapat menjangkau tempat – tempat yang tidak dapat ditempuh dengan moda
darat atau laut, di samping mampu bergerak lebih cepat dan mempunyai lintasan
yang lurus, serta praktis bebas hambatan.
Transportasi pipa untuk mengangkut
gas, atau benda cair
Dasar Hukum
Transportasi:
1) Buku
1 Bab V bagian 2 dan 3, mulai dari Pasal 90 sampai dengan Pasal 98 TentangPengangkutan
darat Dan Pengangkutan Perairan Darat;
2) Buku
II Bab V Pasal 453 sampai dengan Pasal 465 Tentang Pencarteran Kapal, Buku
IIBab V A Pasal 466 sampai dengan Pasal 520 Tentang Pengangkutan Barang, dan
Buku IIBab V B Pasal 521 sampai Pasal 544a Tentang Pengangkutan Orang;
3) Buku
I Bab V Bagian II Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 mengenai Kedudukan Para
Ekspeditur sebagai Pengusaha Perantara;
4) Buku I Bab XIII Pasal 748 sampai dengan Pasal
754 mengenai Kapal-Kapal yang melalui perairan darat
Sumber-sumber khusus, yaitu antara lain:
1. Konvensi-konvensi internasional;
2. Perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral;
3. Peraturan perundang-undangan nasional;
4. Yurisprudensi
5. Perjanjian-perjanjian antara:
2. Perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral;
3. Peraturan perundang-undangan nasional;
4. Yurisprudensi
5. Perjanjian-perjanjian antara:
a.
Pemerintah-Perusahaan Angkutan
b. Perusahaan Angkutan- Perusahaan Angkutan
c. Perusahaan Angkutan- pribadi/swasta
Undang Undang Nasional yang mengatur tentang
Transportasi, yaitu:
- Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
- Undang Undang nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
- Undang Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran;
- Undang undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG MINGGU III
1.Pengertian
Dalam Black Law Dictionary ditemukan ada 2
(dua) istilah tanggung jawab yaitu responsibilty dan liability. Responsibility
diartikan sebagai tanggung jawab untuk melakukan sesuatu karena ia memiliki
posisi tertentu.
Liability
adalah tanggung jawab untuk menanggung segala sesuatu sebagai akibat karena
melakukan sesuatu.
Dalam hukum
transportasi istilah tanggung jawab diambil dari kata liability.
Tanggung
jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah
keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung
jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya.
Ridwan
Halim
Mendefinisikan
tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan,
baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum
tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau
berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah
ada
Purbacaraka
Berpendapat
bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam
penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan
kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap
penggunaan hak baik yangn dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan
secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban,
demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata
berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan
dengan perbuatan pidana.
Perbuatan
melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan
dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang
tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum
bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan
3 Praduga selalu
tidak bertanggungjawab (presumption ofnonliability principle),
4
Tanggung jawab mutlak (strict liability principle), dan
5 Pembatasan
tanggung jawab (limitation of liability principle).
Pertama,
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based onfault)
adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam
KUHPerdata Pasal 1365, 1366, 1367.
Prinsip ini
menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum
jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365
KUHPerdata, yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum,
mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu :
•
adanya perbuatan;
•
adanya unsur kesalahan;
•
adanya kerugian yang diderita;
•
adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan
kerugian.
Kedua,
Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of
liabilityprinciple), sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si
tergugat. Tampak beban pembuktian
terbalik (omkering van bewijslast) diterima dalam prinsip tersebut.
Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengadopsi
prinsip beban pembuktian terbalik ini yang ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan
23.
Dasar pemikiran
dari teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah,
sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu
bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam
hukum pidana.
Namun, jika
diterapkan dalam kasus perlindungan konsumen akan tampak, asas demikian cukup
relevan.
Jika digunakan
teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak
pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti
dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak
hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk
digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat.
Ketiga, Prinsip praduga untuk
tidak selalu bertanggungjawab (presumption ofnonliability principle)
hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan
pembatasan demikian biasanya secara common
sense (perasaan yang dirasakan oleh masyarakat umum) dapat
dibenarkan.
Contoh dari
penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan
pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi si penumpang
(konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut
(pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
Sebaliknya, absolute
liability principle adalah prinsip
tanggung jawab tanpa kesalahan
dan tidak ada pengecualiannya. Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang
mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas
antara subjek yang bertanggungjawab dan kesalahannya. Pada strict liability
principle, hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability
principle , hubungan itu tidak selalu ada.
Maksudnya, pada absolute liability principle, dapat saja si
tergugat yang dimintai pertanggungjawaban
itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut (misalnya dalam kasus
bencana alam).
Menurut R.C.
Hoeber et al., biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena
•
(1) konsumen tidak dalam posisi menguntungkan
untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi
yang kompleks,
•
(2)
diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan
atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya
tertentu pada harga produknya,
•
(3) asas ini dapat memaksa produsen lebih
hati-hati.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum
perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha,
khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen.
Asas tanggung jawab itu dikenal dengan nama product liability (tanggung
jawab produk).
Agnes M. Toar mengartikan tanggung
jawab produk sebagai tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya
ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang
melekat pada produk tersebut
Kelima,
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liabilityprinciple),
sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula
eksonerasi (pasal pengecualian) dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Dalam perjanjian
cuci cetak film misalnya, ditentukan, bila film yang ingin dicuci/cetak itu hilang atau rusak (termasuk
akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti
kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung
jawab ini sangat merugikan konsumen
bila ditetapkan secara sepihak oleh
pelaku usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar