BAB I PENDAHULUAN
Salah
satu lembaga non perbankan yang menyediakan kredit adalah Pegadaian. Pegadaian
merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha
intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum
gadai. Lembaga pegadaian menawarkan peminjaman dengan system gadai. Jadi
masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barangnya.
Lembaga
pegadaian memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat
administrasi yang mudah dan sederhana, dimana nasabah cukup memberikan
keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan
kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif
rendah.
Masalah
jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian
utang-piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan
guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan
disepakati sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Jaminan yang digunakan
dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari:
1. Benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat
dipindahpindahkan. Misalnya : televisi, emas, dvd, dan lain-lain.
2. Benda bergerak yang tidak berwujud. Misalnya :
surat-surat berharga seperti saham, obligasi, wesel, cek, aksep, dan promes.
Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang
mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Gadai
Gadai diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150
sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata, pengertian
gadai adalah:
Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas
suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan
kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu
hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan
pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya
terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu:
1) Gadai
lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditor pemegang gadai;
2) Penyerahan
itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama debitor;
3) Barang
yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh maupun tidak
bertubuh;
4) Kreditor
pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu
daripada kreditor-kreditor lainnya.
2. Dasar Hukum Gadai
Dasar Hukum gadai dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan berikut ini :
a. Pasal
1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata;
b. Artikel
1196 vv, titel 19 Buku III NBW;
c. Peraturan
Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
d. Peraturan
Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor :
7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
e. Peraturan
Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Di Indonesia lembaga yang ditunjuk untuk menerima
dan menyalurkan kredit berdasarkan hokum gadai adalah lembaga pengadaian
3. Sifat-sifat gadai :
1. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud
maupun tidak
berwujud
2. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari
perjanjian pokok untuk menjafa jangan sampai debitor itu lalai membayar
hutangnya kembali.
3. Adanya sifat kebendaan
4.Syarat inbezieztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan memberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
5.Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
6.Hak preferensi sesuai dengan pasal 1130 dan pasal 1150 KUHP
7. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dengan hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh benda itu.
4.Syarat inbezieztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan memberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
5.Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
6.Hak preferensi sesuai dengan pasal 1130 dan pasal 1150 KUHP
7. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dengan hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh benda itu.
4.
Objek dan Subjek Hukum Gadai
Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata
dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152, Pasal 1153
dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, jelas pada dasarnya semua kebendaan
bergerak dapat menjadi objek hukum hak gadai sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor : 4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun
menurut Surat Edaran tersebut tidak semua jenis kebendaan bergerak dapat
dibebani dengan gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yang dibebani
dengan jaminan fidusia.
Kebendaan bergerak di sini dapat kebendaan
bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang
tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau
tagihan-tagihan dalam bentuk surat berharga.
Dewasa ini lembaga gadai masih berjalan terutama
pada lembaga pegadaian. Dalam perjanjian kredit perbankan, lembaga gadai tidak
begitu popular, sudah jarang ditemukan bagi benda berwujud. Akan tetapi
penggunaan gadai bagi benda tidak berwujud seperti surat-surat berharga dan
saham-saham mulai banyak digunakan pada beberapa bank. Peningkatan penjaminan
saham terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan bursa saham di Indonesia.
Didalam praktik sering terjadi penjaminan saham yang belum dicetak (not
printed) dan yang menjadi bukti yang disimpan oleh pihak bank itu bukti
penjaminan sejumlah saham yang berupa resipis atau surat pemerimaan atau
kuitansi saja.
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak yang
berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai pada
lembaga pegadaian. Kredit gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam
jangka waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan
tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pegadaian.
Dewasa ini barang-barang yang pada umumnya dapat
diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh Perum Pegadaian diantaranya :
1) Barang-barang
perhiasan (emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina, arloji, dan jam);
2) Barang-barang
kendaraan (sepeda, sepeda motor, mobil, bajay, bemo, becak);
3) Barang-barang
elektronika (televisi, radio, radio tape, video, computer, kulkas, tustel,
mesin tik);
4) Barang-barang
mesin (mesin jahit, mesin kapal motor); dan
5) Barang-barang
perkakas rumah tangga (barang tekstil, barang pecah belah).
Dimungkinkan gadai atas kebendaan bergerak yang
tidak berwujud dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan
dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2), Pasal 1152 dan Pasal 1153 KUH
Perdata. Dari ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa kebendaan
bergerak yang tidak berwujud berupa hak tagihan atau piutang, surat-surat
berharga, dapat pula digadaikan sebagai jaminan utang.
b. Subjek Hukum Hak
Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu
pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever
adalah orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda
bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan
kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai adalah :
1) Orang
atau badan hukum;
2) Memberikan
jaminan berupa benda bergerak;
3) Kepada
penerima gadai;
4) Adanya pinjaman
uang;
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang
atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang
diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum
yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian.
Perusahaan ini didirikan berdasarkan :
1)
Peraturan
Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
2) Peraturan
Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor :
7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
3)
Peraturan
Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah
menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan perum ini adalah
:
1) Turut
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah kebawah
melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa dibidang keuangan
lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2) Menghindarkan
masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya
(Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum
Pegadaian.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum
Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya
bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada
penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan penerima
gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.
5 Hak g gadai
Hak gadai terjadi dalam dua
fase yaitu :
1.FASE PERTAMA
Perjanjian pinjam uang ini
ditunagkan dalam surat bukti kredit (SBK). Sifatnya adalah konsesuil obligator
Didalam pernjanjian itu disebutkan nama penerima pinajaman ( debitur).
Perjanjian ini termasuk jenis perjanjian standart karena dicetak dalam bentuk
formulir yang telah disediakan terlebih dahulu oleh Perum Pengadaian 8.1
2.FASE KEDUA
Penyerahan benda gadai dalam
kekuasaan penerima gadai. Sesuai dengan benda gadai adalah benda bergerak, maka
benda itu harus lepas dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai 8.2. Penyerahan
benda terjadi pada saat yang bersamaan dengan penandatangana SBK. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa terjadinya hak gadai adalah pada tanggal dan hari SBK
ditanda tangani
Hak Pemegang Gadai
a. Berhak untuk menjual benda digadaikan atas kekuasaan sendiri
b. Berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
c. Berhak menahan benda gadai sampai ada pelunasan hutangdari debitur.
d. Berhak mempunyai referensi
e. Berhak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
f. Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.
a. Berhak untuk menjual benda digadaikan atas kekuasaan sendiri
b. Berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
c. Berhak menahan benda gadai sampai ada pelunasan hutangdari debitur.
d. Berhak mempunyai referensi
e. Berhak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
f. Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.
6. Kewajiban pemegang gadai
a. Pasal 1157 ayat 1 KUHP
perdata pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya harga barang yang
digadaikan yang terjadi atas kelalaiannya.
b. Pasal 1156 KUHP ayat 2 berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual.
c. Pasal 1159 KUHP ayat 1 beranggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai
d. Kewaijban untuk mengembalikan benda gadai jika debitur melunasi hutangnya.
e. Kewajiban untuk melelang benda gadai.
b. Pasal 1156 KUHP ayat 2 berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual.
c. Pasal 1159 KUHP ayat 1 beranggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai
d. Kewaijban untuk mengembalikan benda gadai jika debitur melunasi hutangnya.
e. Kewajiban untuk melelang benda gadai.
7. Terjadinya Hak Gadai
Untuk terjadinya hak gadai harus
memenuhi dua unsur mutlak, pertama,
harus adanya perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai
(debitur sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur). Mengenai
bentuk hubungan hukum perjanjian gadai ini tidak ditentukan, apakah dibuat
tertulis ataukah cukup dengan lisan saja; hal itu hanya diserahkan kepada para
pihak. Apabila dilakukan secara tertulis, dapat dituangkan dalam akta notaris
maupun cukup dengan akta dibawah tangan saja. Namun yang terpenting, bahwa
perjanjian gadai itu dapat dibuktikan adanya. Ketentuan dalam pasal 1151 KUH
Perdata menyatakan persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang
diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya. Berdasarkan ketentuan dalam
pasal 1151 KUH Perdata tersebut, perjanjian gadai tidak dipersyaratkan dalam
bentuk tertentu, dapat saja dibuat dengan mengikuti bentuk perjanjian pokoknya,
yang umumnya perjanjian pinjam meminjam uang, perjanjian kredit bank, pengakuan
hutang dengan gadai barang, jadi bisa tertulis atau pun lisan saja. perjanjian
pinjam meminjam uang, perjanjian kredit bank, pengakuan hutang dengan gadai
barang, jadi bisa tertulis atau secara lisan saja.
Syarat kedua yang mesti ada,
yaitu adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan tersebut dari tangan debitur
(pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemegang gadai).
Dengan kata lain, kebendaan gadainya harus berada dibawah penguasaan kreditur
(pemegang gadainya), sehingga perjanjian gadai yang tidak dilanjutkan dengan
penyerahan kebendaan gadainya kepada kreditur (pemegang gadai) yang kemudian
berada dalam penguasaan kreditur (pemegang gadai), maka hak gadainya diancam
tidak sah atau hal itu bukan suatu gadai, dengan konsekuensi tidak melahirkan
hak gadai.
5. Sebab-sebab Hapusnya Gadai
Yang
menjadi sebab hapusnya gadai :
a. Karena hapusnya perjanjian peminjaman uang.
b.Karena
perintah pengembalian benda yang digadaikan lantaran penyalahgunaan dari
pemegang gadai.
c. Karena benda yang digadaikan dikembalikan dengan
kemauan sendiri oleh pemegang gadai kepada pemberi gadai.
d. Karena pemegang gadai lantaran sesuatu sebab
menjadi pemilik benda yang digadaikan.
e. Karena dieksekusi oleh pemegang gadai.
f. Karena lenyapnya benda yang digadaikan.
g. Karena hilangnya benda yang digadaikan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
makalah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa gadai terjadi karena
adanya unsur-unsur timbulnya hak debitur yang disebabkan perikatan
utang-piutang, dan adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud maupun tidak
berwujud sebagai jaminan yang diberikan oleh kriditur.
Obyek
dari gadai adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan yang menjadi
subyek dari hak gadai adalah penerima hak gadai (debitur) dan pemberi
hak gadai (kreditur), dan secara hukum orang yang tidak cakap dalam perbuatan
hukum tentu saja tidak bisa melakukan hubungan hukum gadai. Untuk menjaminnya
agar gadai bisa dilaksanakan secara benar, sehingga tidak terjadi sengketa
dikemudian hari tentu saja si penerima gadai harus memahami dan melaksanakan
kewajibannya, dan sipemberi gadai harus juga mengerti apa yang manjadi hak si
penerima gadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar