Kamis, 10 Maret 2016

IDENTIFIKASI PEMBATASAN TANGGUNG JAWAB ( LIMITATION OF LIABILITY PRINCIPLE)

Identifikasi 5 Pembatasan Tanggung Jawab berdasarkan atas Undang -Undang :

1. UU No 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian
2. UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
3. UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
4. UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

1.Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan ( Liability based on Fault)

UU No 23 Tahun 2007 tentang  Perkeretaapian
 Pasal 28
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi.
UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 176
Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
Pasal 177
Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.
Pasal 182
(1) Pengangkut hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi dalam kegiatan angkutan udara dalam hal pengangkutan dilakukan melalui angkutan intermoda.

2.Tanggung jawab prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab ( Presumption of Liability Principle)

UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Pasal 65
ayat (1) “Penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib merawat prasarana perkeretaapian agar tetap layak beroprasi”
Pasal 157 ayat (4)
(4) “Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api”. Masinis juga tidak dapat dikenakan sanksi dan dia dapat dibebaskan karena unsur kesalahan dari masinis itu sendiri tidak ada.
Pasal 167 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal 158.

(2) Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api.

UU no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 185
Pengangkut dapat menuntut pihak ketiga yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap penumpang, pengirim, atau penerima kargo yang menjadi tanggung jawab pengangkut
UU NO 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.

(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati

3.Prinsip Praduga Untuk tidak selalu bertanggung jawab

UU no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 143
Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.


4.Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liabilty) untuk kerugian atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut.

UU no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 41 ayat 1
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
 c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga..
Jawab Ganti Kerugian
Pasal 100
(1) Orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di pelabuhan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kegiatannya.
(2) Pemilik dan/atau operator kapal bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kapal.
 (3) Untuk menjamin pelaksanaan tanggung jawab atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik dan/atau operator kapal yang melaksanakan kegiatan di pelabuhan wajib memberikan jaminan.
Pasal 101
(1) Badan Usaha Pelabuhan bertanggung jawab terhadap kerugian pengguna jasa atau pihak ketiga lainnya karena kesalahan dalam pengoperasian pelabuhan.
(2) Pengguna  Pengguna jasa pelabuhan atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian.
Pasal 203
(1) Pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak kapal tenggelam.
(2) Pemerintah  wajib mengangkat, menyingkirkan, atau menghancurkan seluruh atau sebagian dari kerangka kapal dan/atau muatannya atas biaya pemilik apabila dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah, pemilik tidak melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemilik kapal yang lalai melaksanakan kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan pelayaran, wajib membayar ganti kerugian kepada pihak yang mengalami kecelakaan.
(4) Pemerintah wajib mengangkat dan menguasai kerangka kapal dan/atau muatannya yang tidak diketahui pemiliknya dalam batas waktu yang telah ditentukan.
(5) Untuk menjamin kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pemillik kapal wajib mengasuransikan kapalnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pengangkatan kerangka kapal dan/atau muatannya diatur dengan Peraturan Menteri.

Tahun No 1 2009 tentang Penerbangan
Pasal 62 (1)
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan:
a. pesawat udara yang dioperasikan;
 b. personel pesawat udara yang dioperasikan;
 c. tanggung jawab kerugian pihak kedua; d. tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan
e. kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara
Pasal 141
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
(2) Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
(3) Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Pasal 144
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut
Pasal 145
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.

Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Pasal 147
Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.
Pasal 165
(1) Jumlah ganti kerugian untuk setiap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2) Jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah ganti kerugian yang diberikan oleh badan usaha angkutan udara niaga di luar ganti kerugian yang diberikan oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 167
Jumlah ganti kerugian untuk bagasi kabin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ditetapkan setinggi-tingginya sebesar kerugian nyata penumpang.
Pasal 178
(1) Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan
(2) Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 179
Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.
Pasal 180
Besarnya pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal 170.
Pasal 184
(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara, kecelakaan pesawat udara, atau jatuhnya bendabenda lain dari pesawat udara yang dioperasikan.
(2) Ganti kerugian terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan kerugian nyata yang dialami.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan besaran ganti kerugian, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh ganti kerugian diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 186
(1)    Pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam UndangUndang ini.
Pasal 240
(1) Badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.
(2) Tanggung jawab terhadap kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kematian atau luka fisik orang; b. musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; dan/atau c. dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara.
(3) Risiko atas tanggung jawab terhadap kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diasuransikan.
4) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan; b. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.
Pasal 241
 Orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di bandar udara bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya.

5.Prinsip  tanggung jawab dengan pembatasan

UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 161
(1) Pengirim bertanggung jawab atas kebenaran surat muatan udara.
 (2) Pengirim kargo bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi terkait dan menyerahkan kepada pengangkut.
(3) Pengirim bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengangkut atau pihak lain sebagai akibat dari ketidakbenaran surat muatan udara yang dibuat oleh pengirim.
Pasal 168
(1) Jumlah ganti kerugian untuk setiap bagasi tercatat dan kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dan Pasal 145 ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2) Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 atau kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dihitung berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau rusak.
(3) Berdasarkan Apabila kerusakan atau kehilangan sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan seluruh bagasi atau seluruh kargo tidak dapat digunakan lagi, pengangkut bertanggung jawab berdasarkan seluruh berat bagasi atau kargo yang tidak dapat digunakan tersebut
Pasal 170
Jumlah ganti kerugian untuk setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 173 (1) Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 181
(1) Pengangkutan yang dilakukan berturut-turut oleh beberapa pengangkut dianggap sebagai satu pengangkutan, dalam hal diperjanjikan sebagai satu perjanjian angkutan udara oleh pihak–pihak yang bersangkutan dengan tanggung jawab sendiri-sendiri atau bersama-sama.

(2) Dalam hal tidak ada perjanjian oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kerugian yang diderita penumpang, pengirim, dan/atau penerima kargo menjadi tanggung jawab pihak pengangkut yang mengeluarkan dokumen angkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar