1. UU No 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian
2. UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
3. UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
4. UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
1.Tanggung
jawab berdasarkan unsur kesalahan ( Liability based on Fault)
UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Pasal
28
Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar
kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan
pencabutan izin operasi.
UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 176
Penumpang, pemilik bagasi kabin,
pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang
menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144,
Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di
pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
Pasal 177
Hak untuk menggugat kerugian yang
diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi
tersebut tiba di tempat tujuan.
Pasal 182
(1) Pengangkut hanya bertanggung
jawab terhadap kerugian yang terjadi dalam kegiatan angkutan udara dalam hal
pengangkutan dilakukan melalui angkutan intermoda.
2.Tanggung
jawab prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab ( Presumption of Liability
Principle)
UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Pasal 65
ayat (1) “Penyelenggara prasarana
perkeretaapian wajib merawat prasarana perkeretaapian agar tetap layak
beroprasi”
Pasal 157 ayat (4)
(4) “Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau meninggalnya penumpang
yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api”. Masinis juga
tidak dapat dikenakan sanksi dan dia dapat dibebaskan karena unsur kesalahan
dari masinis itu sendiri tidak ada.
Pasal 167 (1) Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal 158.
(2) Besarnya nilai pertanggungan
paling sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada
pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api.
UU no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 185
Pengangkut dapat menuntut pihak
ketiga yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap penumpang, pengirim, atau
penerima kargo yang menjadi tanggung jawab pengangkut
UU NO 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di
perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang
dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di
perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah
yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak
pengangkutan yang telah disepakati
3.Prinsip
Praduga Untuk tidak selalu bertanggung jawab
UU no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 143
Pengangkut tidak bertanggung
jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila
penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan
pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
4.Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict
liabilty) untuk kerugian atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut.
UU no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 41 ayat 1
(1) Tanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal,
berupa:
a. kematian atau lukanya
penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya
barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau
barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga..
Jawab Ganti Kerugian
Pasal 100
(1) Orang perseorangan warga
negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di pelabuhan
bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan
dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kegiatannya.
(2) Pemilik dan/atau operator
kapal bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada
bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kapal.
(3) Untuk menjamin pelaksanaan tanggung jawab
atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik dan/atau
operator kapal yang melaksanakan kegiatan di pelabuhan wajib memberikan
jaminan.
Pasal 101
(1) Badan Usaha Pelabuhan
bertanggung jawab terhadap kerugian pengguna jasa atau pihak ketiga lainnya
karena kesalahan dalam pengoperasian pelabuhan.
(2) Pengguna Pengguna jasa pelabuhan atau pihak ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian.
Pasal 203
(1) Pemilik kapal wajib menyingkirkan
kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan
pelayaran paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak kapal
tenggelam.
(2) Pemerintah wajib mengangkat, menyingkirkan, atau menghancurkan
seluruh atau sebagian dari kerangka kapal dan/atau muatannya atas biaya pemilik
apabila dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah, pemilik tidak
melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Pemilik kapal yang lalai
melaksanakan kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan pelayaran,
wajib membayar ganti kerugian kepada pihak yang mengalami kecelakaan.
(4) Pemerintah wajib mengangkat
dan menguasai kerangka kapal dan/atau muatannya yang tidak diketahui pemiliknya
dalam batas waktu yang telah ditentukan.
(5) Untuk menjamin kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pemillik kapal wajib
mengasuransikan kapalnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan persyaratan pengangkatan kerangka kapal dan/atau
muatannya diatur dengan Peraturan Menteri.
Tahun No 1 2009 tentang Penerbangan
Pasal 62 (1)
Setiap orang yang mengoperasikan
pesawat udara wajib mengasuransikan:
a. pesawat udara yang dioperasikan;
b. personel pesawat udara yang dioperasikan;
c. tanggung jawab kerugian pihak kedua; d.
tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan
e. kegiatan investigasi insiden
dan kecelakaan pesawat udara
Pasal 141
(1) Pengangkut bertanggung jawab
atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang
diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun
pesawat udara.
(2) Apabila kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari
pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam
undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
(3) Ahli waris atau korban
sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan
selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Pasal 144
Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah,
atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat
berada dalam pengawasan pengangkut
Pasal 145
Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang,
musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo
berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi,
atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan
tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Pasal 147
Pengangkut bertanggung jawab atas
tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan
alasan kapasitas pesawat udara.
Pasal 165
(1) Jumlah ganti kerugian untuk
setiap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2) Jumlah ganti kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah ganti kerugian yang diberikan
oleh badan usaha angkutan udara niaga di luar ganti kerugian yang diberikan
oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 167
Jumlah ganti kerugian untuk
bagasi kabin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ditetapkan setinggi-tingginya
sebesar kerugian nyata penumpang.
Pasal 178
(1) Penumpang yang berada dalam
pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di
tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang
tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan
(2) Hak penerimaan ganti kerugian
dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 179
Pengangkut wajib mengasuransikan
tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.
Pasal 180
Besarnya pertanggungan asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 sekurang-kurangnya harus sama dengan
jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal
170.
Pasal 184
(1) Setiap orang yang
mengoperasikan pesawat udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita
pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara, kecelakaan
pesawat udara, atau jatuhnya bendabenda lain dari pesawat udara yang
dioperasikan.
(2) Ganti kerugian terhadap
kerugian yang diderita pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan sesuai dengan kerugian nyata yang dialami.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penghitungan besaran ganti kerugian, persyaratan, dan tata cara untuk
memperoleh ganti kerugian diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 186
(1) Pengangkut
dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung
jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti
kerugian yang diatur dalam UndangUndang ini.
Pasal 240
(1) Badan usaha bandar udara
bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar
udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.
(2) Tanggung jawab terhadap
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kematian atau luka
fisik orang; b. musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan;
dan/atau c. dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian
bandar udara.
(3) Risiko atas tanggung jawab
terhadap kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diasuransikan.
4) Setiap orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif
berupa: a. peringatan; b. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan
sertifikat.
Pasal 241
Orang perseorangan warga negara Indonesia
dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di bandar udara bertanggung
jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau
fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya.
5.Prinsip tanggung jawab dengan
pembatasan
UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 161
(1) Pengirim bertanggung jawab
atas kebenaran surat muatan udara.
(2) Pengirim kargo bertanggung jawab atas
kelengkapan dokumen lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi terkait dan
menyerahkan kepada pengangkut.
(3) Pengirim bertanggung jawab
atas kerugian yang diderita oleh pengangkut atau pihak lain sebagai akibat dari
ketidakbenaran surat muatan udara yang dibuat oleh pengirim.
Pasal 168
(1) Jumlah ganti kerugian untuk
setiap bagasi tercatat dan kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dan Pasal
145 ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2) Besarnya ganti kerugian untuk
kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh bagasi tercatat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144 atau kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145
dihitung berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang hilang,
musnah, atau rusak.
(3) Berdasarkan Apabila kerusakan
atau kehilangan sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
seluruh bagasi atau seluruh kargo tidak dapat digunakan lagi, pengangkut
bertanggung jawab berdasarkan seluruh berat bagasi atau kargo yang tidak dapat
digunakan tersebut
Pasal 170
Jumlah ganti kerugian untuk
setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 173 (1) Dalam hal seorang
penumpang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang
berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada ahli
waris yang berhak menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara
setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 181
(1) Pengangkutan yang dilakukan
berturut-turut oleh beberapa pengangkut dianggap sebagai satu pengangkutan,
dalam hal diperjanjikan sebagai satu perjanjian angkutan udara oleh pihak–pihak
yang bersangkutan dengan tanggung jawab sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(2) Dalam hal tidak ada
perjanjian oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kerugian yang diderita
penumpang, pengirim, dan/atau penerima kargo menjadi tanggung jawab pihak
pengangkut yang mengeluarkan dokumen angkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar