KONSEP DASAR RISIKO
Satu hal bahwa dalam kehidupan ini setiap orang pasti akan berhadapan dengan yang disebut Risiko.
Risiko adalah :
1. Suatu keadaan tidak pasti yang dapat menimbulkan kerugian , keadaan memburuk karena terjadinya suatu peristiwa
2. Risiko suatu ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
Kesimpulan dari Risiko adalah :
“ Suatu ketidaktentuan (uncertainty ) yang mungkin melahirkan kerugian ( loss)
4 Cara menyikapi risiko:
1. Menghindari Risiko ( risk avoidance)
2. Mengurangi Risiko ) risk reduction)
3. Membagi Risiko ( risk sharing)
4. Mengalihkan Risiko ( risk transfer) disinilah yang disebut ASURANSI
Berkaitan dengan risiko dalam Asuransi kita kenal dengan istilah yaitu :
· Perils
· Hazard
· Kerugian
Mari kita bahas satu persatu pengertian dan contoh dari istilah – istilah didalam Asuransi
PERILS
Adalah suatu peristiwa uang dapat menimbulkan kerusakan , kematian , gangguan kesehatan , kecelakaan , kebakaran , bencana alam , pencurian dst. Apabila perils terjadi maka terjadinya kerugian
Dalam keadaan tertentu 1 ( satu ) perils bisa meimbulkan beberapa kerugian misalnya ledakan pipa gas tidak hanya kerugian yang diderita dari ledakan tetapi dampak dari ledakan seperti masyarakat sakit akibat gas ataupun terkena material ledakan
HAZARD
Adalah suatu keadaan / kondisi yang dapat memperbesar terjadinya Perils
Ada 4 Klasifikasi dalam Hazards
1. Physical Hazard
2. Moral Hazard
3. Morale Hazard
4. Legal Hazard
Apabila salah satu dari 4 ini terjadi maka premi asuransi akan naik
· Physical Hazard
Adalah suatu keadaan / kondisi yang bersumber dari karateristik secara fisik dari suatu objek yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kerugian
Contoh
Mengendarai mobil tua usia 10 tahun dibandingkan mobil yang baru berusia 1 tahun , maka usia 10 tahun akan lebih besar premi yang akan dibayarkan
· Moral Hazard
Adalah Suatu kondisi atau keadaan yang bersumber pada diri seorang yang berkaitan dengan mental , pandangan hidup, kebiasaan, tabiat , tingkah laku lingkungan yang memperbesar terjadinya
Contoh
- Seorang pengemudi yang suka minum alcohol akan mudah terjadi kecelakaan daripada pengemudi yang tidak minum alcohol
- Pekerjaan yang dilakukan malam hari / begadang
· Morale Hazard
Pada dasarnya seseorang tidak mau menderita kerugian tetapi karena merasa yang bersangkutan telah mempunyai jaminan asuransi atas diri sendiri . harta bendanya menyebakan secara tidak sadar ia menjadi ceroboh atau kurang hati- hati sehingga memperbesar kemungkinan kemunginan terjadinya kerugina
Contoh
Orang yang mengasuransikan mobil cenderung menjadi ceroboh sehingga mobilnya gampang terjadi kecelakaan , disini mempengaruhi berapa preminya
· Legal Hazard
Sering juga karena adanya per UU an ataupun peraturan yang berwajib dengan tujuan melindungi masyarakat justru diabaikan / kurang diperhatikan sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya perils ( berlindung dibalik UU )
Contoh
Pengusaha diwajibkan mengasuransikan karyawan dengan BPJS menyebabkan pengusaha melalaikan kewajiban lainnya dibidang keselamatan , kondisi kerja sehingga kemungkinan terjadinya perils yaitu kecelakaan kerja
KERUGIAN
Adalah menurunnya atau hilangnya nilai ekonomi yang diharapkan terjadi suatu peristiwa baik atas diri , keluarga / pun harta milik
Kerugian itu tidak dapat diduga walaupun dapat diperkirakan
Kerugian dikelompokkan ada 4
1. Kerugian atas hak milik - contoh asset pribadi
2. Kerugian atas pendapatan / pengeluaran - contoh dokter tidak bisa praktek, mogok kerja
3. Kerugian akibat tuntutan pihak ketiga - contoh sedang membangun merusak bangunan disebelahnya
4. Kerugian akibat adanya pengeluaran yang tidak terduga – contoh mesin rusak pada saat operasional , pesawat rusak
Jadi kesimpulannya
“ PERILS DIPERBESAR HAZARD MENIMBULKAN KERUGIAN YANG MERUPAKAN RISIKO"
Macam – macam Risiko
A Risiko yang dapat diasuransikan
1. Risiko atas harta benda kerugian langsung dan kerugian tidak langsung
2. Risiko atas diri seseorang – mati muda, ketidakmampuan fisik, usia lanjut, pengangguran
3. Risiko tanggung gugat – penggunaan kendaraan bermotor , penempatan atau pemakaian bangunan , mempekerjakan orang, memproduksi barang , kesalahan sebagai professional
B B Risiko yang tidak boleh diasuransikan
1. Risiko pasar – perubahan harga ,konsumen yang berbeda beda , perubahan selera , persaingan
2. Risiko Teknis – tidak berfungsinya mesin mesin secara ekonomis , kegagalan memecahkan masalah teknis, kesulitan bahan baku, kesalahan pemilihan mesin
Dalam hal tertentu risiko yang tidak dapat diasuransikan dapat menjadi risiko yang dapat disuransikan terutama bila risiko menyangkut misi misi pemerintah atau ditanggung oleh asuransi milik Negara
Dalam praktek kadangkala antara perusahaan asuransi yang satu dengan perusahaan yang lain menetapkan aturan risiko yang berbeda beda sebab apabila risiko yang tidak dapat diasuransikan pada suatu perusahan asuransi pada asuransi lainnya dapat diterima
BAB II
B. DASAR HUKUM ASURANSI
C. PENGGOLONGAN
ASURANSI
D. PRINSIP PRINSIP DALAM ASURANSI
Asuransi
Perjudian
F. PREMI
ASURANSI
1. Pengertian dan Dasar Hukumnya
Istilah lainnya adalah ristourne, return of premium.
G. POLIS
H. SAAT
LAHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI
BAB II
RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI
A. PENGERTIAN ASURANSI
Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya
disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan
dalam bahasa belanda dikenaldengan istilah verzekering.
Pasal 246 KUHDagang memberi definisi tentang
asuransi, adalah : asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian,
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
dengan menerima suatu premi,untuk memberikan kepadanya karena suatu kerugian
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tentu.
Definisi pasal 246 KUHDagang di atas
kemudian disempurnakan dengan Pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 40 tahun 2014
tentang Usaha Perasuransian, yaitu :
Asuransi adalah peg'anjian antara
dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar
bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
- memberikan penggantian kepada
tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang
timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
- memberikan pembayaran yang didasarkan
pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada
hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Definisi pasal 246 KUHDagang
terkesan lebih sempit, karena hanya melingkupi asuransi terhadap harta benda saja. Sedangkan undang-undang
usaha perasuransian pada pasal 1 angka 1 lebih luas disamping harta kekayaaan,
termasuk jiwa manusia.
B. DASAR HUKUM ASURANSI
Asuransi diatur
diberbagai peraturan perundangan/seperti: KUHDagang, Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian
serta peraturan pelaksanaan lainnya.
1. Dalam KUHDagang dimuat
dalam :
1.1. Buku I, Bab IX ( pasal 246-286 ) tentang
asuransi pada umumnya.
1.2. Buku I, Bab X (pasal 287-308 )
tentang asuransi kebakaran, asuransi
pertanian, asuransi jiwa.
1.3.
Buku II, Bab IX (pasal 592-685) tentang asuransi bahaya laut dan
bahaya perbudakan.
1.4.
Buku II, Bab X ( pasal 686-695 ) tentang asuransi bahaya pengangkutan di daratan, di sungai
dan diperairan darat.
2. Undang-Undang nomor 40 tahun 2014
tentang usaha perasuransian, dengan peraturan pelaksanaannya dan seterusnya.
3. Ketentuan
Perjanjian dalam KUHPerdata juga dipakai dalam asuransi (termasuk
ketentuan-ketentuan lain,misalnya hukum benda dsb).
C. PENGGOLONGAN
ASURANSI
Secara konvensional
asuransi awalnya digolongkan atau dikelompokkan dalam 2 (dua) bagian besar,
yaitu asuransi yang menjamin terhadap kepentingan Harta kekayaan manusia
yang disebut Asuransi Kerugian, dan asuransi yang menjamin kepentingan
terhadap jiwa manusia yang disebut Asuransi Jiwa (atau arusansi
jumlah).
Dalam praktik dewasa
ini asuransi dapat digolongkan dalam berbagai bagian, untuk mudahnya dapat
dilihat sebagai berikut :
1. Asuransi Jiwa
HMN.
Purwosutjipto memberikan definisi
bahwa asuransi jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil)
asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri sendiri
selama jalannya pertanggungan dengan cara membayar premi kepada penanggung,
sebagai akibat langung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan
atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk
membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditujuk oleh penutup asuransi
sebagai penikmatnya.
Secara teoritis pada asuransi jiwa ada
beberapa pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi itu yaitu :
1.1. Penutup atau pengambil asuransi, adalah pihak dalam perjanjian pertanggungan yang mengikatkan diri untuk
membayar premi dengan teratur kepada penanggung, akibatnya dia memiliki polis.
1.2. Badan tertanggung, adalah orang yang jiwanya dipertanggungkan, mungkin si penutup
asuransi sendiri dan mungkin pula orang lain yang ditunjuk oleh si penutup
asuransi.
1.3. Penikmat mungkin si penutup asuransi sendiri atau ahli warisnya dan
mungkin pula orang lain yang ditunjuk oleh si penutup asuransi.
1.4.
Penanggung (perusahaan asuransi).
2.
Asuransi Kerugian
Molengraaff memberi definisi asuransi kerugian adalah persetujuan
dengan mana satu pihak, penanggung mengikatkan diri terhadap yang lain,
tertanggung untuk mengganti kerugian yang dapat diderita oelh
tertanggung,karena terjadinya suatu peristiwa yang telah ditunjuk yang
belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula tertanggung berjanji untuk
membayar premi.
Adapun asuransi kerugian dapat digolongkan lagi ke dalam berbagai
jenis yaitu :
2.1. Asuransi Kebakaran
Berdasarkan Pasal 290 KUHDagang, yang
dimaksud dengan asuransi kebakaran adalah pertanggungan yang menjamin kerugian
atau kerusakan atas harta benda (harta tetap dan harta bergerak) yang
disebabkan oleh kebakaran yang terjadi karena api sendiri atau api dari luar,
karena udara jelek, kurang hati-hati, kesalahan atau perbuatan tidak pantas
dari pelayanan tertanggung, tetangga, musuh, perampok, dan apa saja, dan dengan
cara bagaimanapun sebab timbulnya kebakaran.
2.2. Asuransi Pengangkutan adalah jenis
asuransi kerugian yang menjamin terhadap kemungkinan terjadinya akibat
perpindahan tempat yang dibawa oleh alat pengangkut.
Dikelompokkan
atas :
2.2.1.
Asuransi pengangkutan darat
2.2.2.
Asuransi pengangkutan laut
2.3. Asuransi Aviasi
Asuransi
ini merupakan salah satu jenis asuransi pengangkutan, dikelompokkan dalam :
3.1.
Asuransi Muatan Udara
3.2.
Asuransi Cargo Udara
3.3.
Asuransi Pesawat Udara
2.4. Asuransi Kredit adalah asuransi yang menjamin kemungkinan macetnya
pengembalian kredit oleh nasabah.
2.5.
Asuransi Kendaraan Bermotor adalah
asuransi yang menjamin terhadap kerugian yang dapat menimpa kendaraan yang
digerakkan oleh motor (motor = penggerak mekanis)
2.6.
Asuransi Kecelakaan Diri adalah
suatu asuransi yang benda pertanggungannya adalah diri badan tertanggung.
3.
Asuransi Aneka
Yang
dimaksud asuransi “aneka” dalam praktik asuransi kerugian yang tidak termasuk
dalam asuransi kebakaran ataupun asuransi pengangkutan. Termasuk dalam kelompok
asuransi aneka :
3.1. Asuransi Kecelakaan Buruh
3.2. Asuransi Tanggung Jawab Majikan
3.3. Asuransi Tanggung Jawab Umum
3.4. Asuransi Perekayasaan
4.
Asuransi Sosial
Yaitu
asuransi yang menyediakan jaminan sosial.
Asuransi sosial dapat dikelompokan dalam berbagai golongan yaitu :
4.1. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
4.2. Asuransi Sosial Jasa Raharja
4.3. Asuransi Sosial Pegawai Negeri dan ABRI
4.4. BPJS
D. PRINSIP PRINSIP DALAM ASURANSI
Sebagaimana
terlihat dalam definisi asuransi baik dalam Pasal 246 KUHDagang maupun Pasal 1 butir
1Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian bahwa asuransi
adalah lahir atas perjanjian. Adapun perjanjian dalam asuransi menganuit
prinsip-prinsip yaitu :
1.
Prinsip Kepentingan (Insurable
Interest)
Di dalam Pasal 250 KUHDagang disebutkan bahwa :
Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri,
atau apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada
saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap
barang yaang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan
memberikan ganti rugi.
Prinsip kepentingan
menegaskan bahwa orang yang menutupi asuransi harus mempunyai kepentingan
(interest) atasbarang yang dipertanggungkan (insurable), atau orang yang
ditutup asuransi atas barangnya oleh orang lain (yang dikuasakannya), harus
mempunyai kepentingan atas barang itu.
Bila dia tidak
mempunyai kepentingan, maka sekalipun polis telah ditutup dan premi telah
dibayar, maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi bila barang atau
orang itu mengalami kerugian.
Adapun klasifikasi daripada prinsip kepentingan atasasuransi dapat
bersumber pada :
1.1. Kepentingan sebagai pemilik
1.2. Kepentingan sebagai wakil pemilik
1.3. Kepentingan sebagai kreditur
1.4. Kepentingan yang timbul dari suatu perjanjian
1.5. Kepentingan yang timbul karena tanggung jawab hukum
2.
Prinsip Itikad Baik
Di dalam
Pasal 251 KUHDagang dikatakan ;
Setiap keterangan yang
keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberikan hal-hal yang diketahui
oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya,
sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya
perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang
sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.
Maksud dari prinsip
itikad baik bahwa tertanggung hendaknya memberikan data atau informasi yang
benar tentang barang atau diri yang dipertanggungkan. Dengan data atau
informasi yang benar itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi penanggung (perusahaan Asuransi) untuk menerima atau
menolak risiko dari tertanggung.
Begitu pentingnya
kepercayaan dan itikad baik dalam asuransi sehingga ditegaskan di dalam Pasal
17 Marine Insurance Act 1906 (Inggris), yaitu :
A contract of
marine insurance is a contract based upon the utmost good faith.
3.
Prinsip Ganti Rugi (Principle
of Indemnity)
Pasal 253
KUHDagang mengatakan :
(1). Suatu pertanggungan yang
melebihi jumlah harga atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah sah sampai
jumlah tersebut.
(2). Apabila harga penuh sesuatu barang yang tidak
dipergunakan, maka apabila timbul
kerugian, si penanggung hanyalah diwajibkan menggantinya menurut imbangan
daripada bagiaan yang dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak
dipertanggungkan.
(3). Namun demikian bolehlah para pihak
memperjanjikan dengan tegas, bahwa dengan tak mengingat harga lebihnya barang
yang dipertanggungkan, kerugian yang menimpa barang itu akan diganti sepenuhnya
sampai jumlah yang dipertanggungkan.
Ini adalah prinsip
ganti rugi yang seimbang dimana seorang tertanggung tidak boleh menerima ganti
rugi melebihi daripada kerugian yang nyata yang dideritanya dari terjadinya
peristiwa yang dijamin dalam polis asuransi.
Dengan kata lain bahwa
asuransi adalah bertujuan memberi ganti rugi sesuai dengan apa yang diderita
tertanggung dan bukan memberikan keuntungan, sebab hal
ini menyalahi keadilan.
4.
Prinsip Subrogasi
Prinsip ini bertujuan
agar seseorang tidak memperoleh keuntungan dari terjadinya kerugian, yang
apabila tertanggung telah menerima ganti rugi dari penanggung, maka hak
menuntut ganti rugi pada pihak lain yang dianggap menimbulkan kerugian tersebut
akan jatuh atau berpindah pada penanggung, demikian pula bila tertanggung telah
menerima ganti rugi dari pihak penanggung.
Dasar hukum dari
prinsip subrogasi adalah Pasal 284
KUHDagang, bahwa :
Seorang penanggung
yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan
si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga
dan berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut ; dan si tertanggung itu
adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si
penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.
5.
Prinsip Koasuransi
Ialah penutupan
pertanggungan atas suaru obyek asuransi yang dilakukan oleh lebih dari suatu
penanggung (perusahaan asuransi) baik pada waktu yang bersamaan atau pada waktu yang
berbeda. Apabila terjadi kerugian maka tiap penanggung akan membayar
masing-masing sebesar tanggungan yang dimilikinya dalam pertanggungan tersebut.
Prinsip koasuransi tidak berlaku pada asuransi jiwa.
6.
Prinsip Kontribusi
Ia mirip dengan
prinsip subrogasi, hanya dalam prinsip kontribusi ini timbul suatu kerugian
terhadap obyek yang diasuransikan kepada lebih dari satu penanggung (perusahaan
asuransi) maka terhadap kekurangpenuhan dapat meminta pembayaran pada perusahaan
lainnya.
7.
Prinsip Hukum Jumlah Bilangan Besar (The Law of Large Number)
Adalah merupakan
prinsip dasar asuransi dimana bertambah banyak jumlah obyek pertanggungan yang
diterima untuk jenis pertanggungan yang sama adalah bertambah baik, karena
adanya penyebaran risiko yang lebih luas dan secara matematis kemungkinan
menderita kerugian dapat diramalkan mendekati kenyataan dan hal ini juga akan
mempengaruhi tarif premi asuransi yang dibebankan kepada tertanggung secara
relatif cenderung akan lebih rendah.
E. BEDA ASURANSI DENGAN PERJUDIAN
(Insurance VS Gambling)
Asuransi bertujuan
untuk memindahkan risiko individu pada perusahaan asuransi. Tujuan
pertanggungan terutama untuk mengurangi risiko-risiko yang ditemui dalam
masyarakat.
Tujuan asuransi menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. Yaitu :
- Pengalihan risiko
- Pembayaran ganti kerugian
- Pembayaran santunan
- Kesejahteraan anggota
Tujuan pertanggungan
menurut Prof. Sri Rejeki Hartono.
adalah mengalihkan risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk
mengganti kerugian.
Sedangkan perjudian
tidak mengurangi risiko melainkan menciptakan risiko. Akan tetapi, sungguhpun
demikian, antara asuransi dan perjudian terdapat persamaan dalam hal-hal
tertentu.
Pada asuransi dan
perjudian, besar jumlah uang yang diterima akan diterima tidak sama besarnya
dengan uang yang dikeluarkan pada saat sekarang ini.
Di samping itu terdapat banyaak perbedaan
yakni :
Asuransi
1.
Asuransi terutama bertujuan untuk
mengurangi risiko yang sudah ada dalam masyarakat, dengan jalan
mempertanggungkan pada perusahaan asuransi (reducing of risk).
2.
Asuransi mempunyai sifat sosial
terhadap masyarakat, berarti dari risiko-risiko yang ada akan ditanggung oleh
perusahaan asuransi. Dengan adanya asuransi akan memberikan
keuntungan-keuntungan tertentu pada masyarakat umumnya.
3.
Besarnya risiko (kerugian) yang
timbul bisa diketahui tentang kerugian yang diderita dalam asti di ukur (degree of risk) atau
bila ditentukan risiko tersebut.
4.
Kontrak asuransi dibuat secara
tertulis dan mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Perjudian
1.
Pada perjudian mula-mula risiko
belum ada, setelah perjudian terjadi timbullah risiko (kalah). Artinya risiko
yang tadinya belum ada sekarang menjadi ada (creating of risk).
2.
Perjudian bersifat “tidak sosial”, bisa mengacaukan rumah
tangga dan keuangan rumah tangga (a-moral). Degree of risk pada
perjudian sulit untuk diketahui (diukur).
3.
Kontrak pada perjudian tidak
mengikat, dan tidak tertulis (lisan).
F. PREMI
ASURANSI
1. Pengertian dan Dasar Hukumnya
Dalam perjanjian
asuransi ( Pasal 246 KUHDagang dan Pasal 1 angka 1 Undang
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian ) terdiri
dari beberapa unsur, setidaknya adalah Penanggung (Perusahaan Asuransi),
Tetanggung (Nasabah), Premi, Peristiwa yang belum pasti, kerugian. Jadi premi
merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam perjanjian asuransi.
Menurut perumusan
kedua pasal diatas,seorang penanggung mendapat premi dan premi itu menurut
Pasal 256 (7) KUHDagang harus dinyatakan dengan polis.
Menurut Dorhout Mees,
bahwa penanggung tidak akan mengambil alih risiko-risiko orang lain hanya
berdasarkan rasa peri kemanusian saja, akan tetapi sebagai kontra prestasi
dimintanya pembayaran premi dari tertanggung.
Menurut Soenawar
Soekowati, bahwa dalam perjanjian pertanggungan itu seolah-olah terjadi suatu
jual beli “kepastian”, yaitu suatu
kepastian yang akan memadai derita material, apabila terjadi suatu peristiwa
yang merugikan itu. Dan harga pembelian itu berwujud pembelian tiga periodik
yang dinamakan premi.
2. Menetapkan Premi
Bagaimanakah
menetapkan jumlah premi agar pada pembagian risiko yang pantas antara
tertangung dan penanggung ?
Hal ini merupakan
suatu teknik asuransi yang mengutuhkan penyelidikan secara ilmiah dengan
menggunakan Statistik. Biasanya premi itu ditetapkan secara prosentase
dari jumlah uang yang dijamin dan dihitung sedemikian rupa, sehingga dengan
penerimaan premi itu penanggung dapat memperhitungkan dengan kemampuannya untuk
mengganti kerugian kepada tertanggung bila tertimpa kerugian. Premi itu
dapat dibayar sekaligus atau berangsur-angsur misalnya tiap-tiap tahun atau
tiap-tiap bulan dibayar premi.
Contoh menetapkan premi :
Satu rumah dimasukkan
asuransi terhadap kemungkinan kebakaran dengan uang pertanggungan Rp.100.000,-
(misal saja), artinya bila rumah terbakar habis, si penanggung harus membayar
Rp.100.000,- kepada tertanggung kalau seandainya dari statistik dapat
disimpulkan, bahwa setiap tahun dari 1000 rumah yang berada di tempat itu,
hanya satu yang terbakar, maka preminya untuk satu tahun ditetapkan,
perseribu dari Rp.100.000,- menjadi Rp.100,- ditambah dengan biaya-biaya
administrasi dan ditambah pula dengan sejumlah uang untuk untungnya penanggung
dan untuk uang cadangan.
Tambahan-tambahan ini
merupakan sekedar kerugian bagi para tertangung kalau dalam satu tahun itu
rumahnya tidak terbakar.
3. Premi Restorno
Istilah lainnya adalah ristourne, return of premium.
Molengraaff
mengatakan :
Restorno atau ristorno
adalah pengembalian dari premi yang telah diterima dari penanggung, atau
peniadaan dari kewajiban tertanggung untuk membayar premi, berdasarkan adanya,
tidak terjadinya atau hilangnya risiko.
Premi restorno diatur
dalam Pasal 281 KUHDagang, dimana unsur itikad buruk, tipu muslihat, penipuan
atau kecurangan dari tertanggung, maka penanggung tetap berhak atas premi,
Pasal 282 KUHDagang, dan asuransi batal.
Contoh :
Nona Silvi mempunyai
mobil, kemudian diasuransikan sepenuhnya dengan jumlah Rp.100.000.000,- kepada
PT. Asuransi Wahana Tata, atas dasar perhitungan tersebut PT. Asuransi Wahana
Tata memetapkan premi ebesar Rp. 2.000.000,- setahun.
Dalam perjanjianm
ditutupnya dengan PT. Asuransi Wahana Tata itu nama Silvi sungguh menyangka
bahwa mobilnya seharga Rp. 100.000.000,-. Jadi dalam menutup perjanjian
asuransi ini Nona Silvi sungguh beritikad baik. Tetapi kemudian ternyata bahwa
harga mobil tersebut sebenarnya hanya berharga Rp. 75.000.000,- sehingga kalau
dulu dalam menetapkan premi PT. Asuransi Wahana Tata berpegang kepada jumlah
Rp. 75.000.000,- maka premi yang harus dibayar oleh Nona Silvi hanya sebesar
Rp. 1.500.000,- saja.
Berdasarkan Pasal 281
KUHDagang, maka bila Nona Silvi
beritikad baik ia berhak atas pengembalian premi (restorno) sebesar
Rp.500.000,- dari PT. Asuransi Wahana Tata.
Nolst Trenite
mengemukakan beberapa peristiwa dimana pada umumnya harus dilakukan premi
restorno, yaitu :
a.
Pada pernyataan pembatalan asuransi berdasar Pasal 251 KUHDagang
b.
Jika kewajiban Penanggung
berhenti karena ada perubahan risiko dengan Pasal 293 KUHDagang.
c.
Jika asuransi berakhir
oleh karena benda yang diasuransikan menjadi musnah.
d.
Jika perjanjian menjadi batal
oleh karena diadakan asuransi berlipat, Pasal 252 dan 266 KUHDagang.
e.
Jika asuransi ditolak oleh
pemilik baru, Pasal 263 KUHDagang.
f.
Jika diadakan asuransi tentang
kerugian yang telah terjadi.
g.
Jika diadakan asuransi berlebihan
(Pasal 253 dan 274 KUHDagang).
G. POLIS
1.
Pengertian dan Dasar Hukum Polis
Perjanjian asuransi harus dituangkan dalam suatu akta yang
dinamakan polis. Pasal 255 KUHDagang menyebutkan bahwa Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang
dinamakan Polis.
Ali Rido mengatakan, bahwa polis adalah suatu akta yang
ditandatangani oleh penanggung, yang fungsinya sebagai alat bukti dalam
perjanjian asuransi.
Molengraaff mengatakan, bahwa polis adalah suatu akta sebagai
tulisan sepihak, dimana diuraikan dengan syarat-syarat apa penanggung
menerima perjanjian asuransi.
2.
Syarat-syarat (Isi dan Bentuk) Polis
Isi dan
bentuk suatu polis, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 256
KUHDagang, (kecuali poli asuransi jiwa) maka semua polis harus menyebutkan
2.1. Hari ditutupnya pertanggungan
2.2. Nama orang yang menutup pertanggungan atastanggungan sendiri atau
atas tanggungan seorang ketiga
2.3. Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang
dipertanggungkan
2.4. Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan
2.5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung
2.6. Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung
dan sat berakhirnya itu.
2.7. Premi pertanggungan tersebut, dan
2.8. Pada umumnya, semua keadaan kiranya penting bagi si penanggung
untuk diketahuinya, dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Syarat umum
polis Pasal 256 KUHDagang di atas berlaku sebagai syarat umumnya dengan tidak
menyebutkan secara khusus kelompok asuransinya. Dalam asuransi kebakaran maka
syarat polis Pasal 256 ditambah syarat
khusus Pasal 287 KUHDagang.
Untuk
asuransi Bahaya Laut, syarat umum Pasal 256 ditambah syarat khusus Pasal 592
KUHDagang.
Dalam
asuransi bahaya yang mengancam hasil pertanian (Pasal 256 dan Pasal 299
KUHDagang), untuk asuransi pengangkutan di darat dan di sungai.
Khusus bagi asuransi jiwa berlaku syarat-syarat polis tersendiri
yang diatur dalam Pasal 304 KUHDagang, yaitu :
1.
Hari ditutupnya pertanggungan
2.
Nama si tertanggung
3.
Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan
4.
Saat mulai berlaku dan
berakhirnya bahaya bagi si penanggung.
5.
Jumlah uang untuk mana diadakan
pertanggungan.
6.
Premi pertanggungan tersebut.
H. SAAT
LAHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI
Hal terpenting dalam perjanjian asuransi adalah menetapkan kapan saat
perjanjian itu berakhir. Sebab hal ini turut menentukan diterima atau
ditolaknya tuntutan ganti rugi dari tertanggung kepada penanggung.
Berdasarkan Pasal 246
KUHDagang dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha
Perasuransian maka asuransi adalah perjanjian. Landasan asuransi ini
selain dalam KUHDagang sebelumnya disebutkan lebih dulu dalam Pasal 1774
KUHPerdata termasuk dalam Buku III tentang Perikatan. Oleh karena itu
perjanjian asuransi berlaku juga pasal-pasal (ketentuan umum) bagi perikatan
(perjanjian) pada umumnya yang tercantum dalam KUHPerdata dari Pasal 1313
KUHPerdata dan seterusnya.
Dalam Pasal; 255
KUHDagang dikatakan bahwa peratnggungan harus diadakan secara tertulis dengan
akta yang dinamakan polis. Dengan demikian kapan dianggap perjanjian asuransi
itu lahir ?
Sebelum menjawab
pertanyaan itu, baiknya dijelaskan dulu bahwa dalam hukum dikenal 3 macam hukum
perjanjian yaitu :
1.
Perjanjian Formil
2.
Perjanjian Riil
3.
Perjanjian Konsensuil
Perjanjian Formil adalah suatu perjanjian (baru mempunyai akibat hukum, menimbulkan
hak dan kewajiban) apabila sudah atau telah dibuat suatu akta, tanpa adanya
akta maka perjanjian ini adalah batal. Maka akta di sini merupakan syarat
mutlak bagi sahnya perjanjian, maka contohnya adalah : perjanjian hak
tanggungan, perjanjian pendirian PT.
Perjanjian Riil adalah suatu perjanjian yang harus diikuti dengan sesuatu
penyerahan. Contoh : perjanjian pinjam meminjam, perjanjian menitipkan barang
dan lain-lain. Dalam hal ini perjanjian belum ada bila sampai perundingan kata
sepakat saja, maka perjanjian itu belum dianggap lahir.
Perjanjian Konsensuil adalah suatu perjanjian yang sangat sederhana, adanya perjanjian
cukup dengan adanya sepakat dari pihak-pihak.
Berdasarkan kerangka hukum di atas, Kapan perjanjian asuransi
dianggap lahir ?
Jika hanay Pasal 255 KUHDagang yang dilihat, maka perjanjian
asuransi termasuk perjanjian formil.
Berarti perjanjian asuransi dianggap lahir bila akta polisnya sudah ada.
Ketentuan perjanjian asuransi yang menurut Pasal 255 KUHDagang
adalah formil, hal ini kemudian diatur dalam Pasal 257 (1) yang berbunyi :
Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup ;
hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung
mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.
Jadi, berdasarkan
Pasal 257 (1) KUHDagang itu, perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian yang
konsensuil. Dengan demikian perjanjian asuransi dianggap lahir semenjak adanya
kata sepakat.
Dalam praktik “kata sepakat” dalam perjanjian asuransi
identik dengan “tindakan si tertanggung mengisi formulir permohonan asuransi
disertai pembayaran, dan penanggung menyatakan setuju”, meskipun polis belum
dikeluarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar