Rabu, 02 Maret 2016

KONSEP DASAR RISIKO

KONSEP DASAR RISIKO

  
Satu hal bahwa dalam kehidupan ini setiap orang pasti akan berhadapan dengan yang disebut Risiko.

Risiko  adalah :
1.    Suatu keadaan tidak pasti yang dapat menimbulkan kerugian , keadaan memburuk karena terjadinya suatu peristiwa
2.    Risiko suatu ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa

Kesimpulan dari Risiko adalah :

“ Suatu ketidaktentuan (uncertainty ) yang mungkin melahirkan kerugian ( loss)

4 Cara menyikapi risiko:

1.     Menghindari Risiko ( risk avoidance)
2.    Mengurangi Risiko ) risk reduction)
3.    Membagi Risiko ( risk sharing)
4.    Mengalihkan Risiko ( risk transfer) disinilah yang disebut ASURANSI

Berkaitan dengan risiko dalam Asuransi kita kenal dengan istilah yaitu :
·         Perils
·         Hazard
·         Kerugian

Mari kita bahas satu persatu pengertian dan contoh dari istilah – istilah didalam Asuransi 

PERILS

Adalah suatu peristiwa uang dapat menimbulkan kerusakan , kematian , gangguan kesehatan , kecelakaan , kebakaran , bencana alam , pencurian dst. Apabila perils terjadi maka terjadinya kerugian

Dalam keadaan tertentu 1 ( satu ) perils bisa meimbulkan beberapa  kerugian misalnya ledakan pipa gas tidak hanya kerugian yang diderita dari ledakan tetapi dampak dari ledakan seperti masyarakat sakit akibat gas ataupun terkena material ledakan

HAZARD
Adalah suatu keadaan / kondisi yang dapat memperbesar terjadinya Perils

Ada 4 Klasifikasi dalam Hazards
1.     Physical Hazard
2.    Moral Hazard
3.    Morale Hazard
4.    Legal Hazard

Apabila salah satu dari 4 ini terjadi maka premi asuransi akan naik

·         Physical Hazard
Adalah suatu keadaan / kondisi yang bersumber dari  karateristik secara fisik dari suatu objek yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kerugian
Contoh
Mengendarai mobil tua usia 10 tahun dibandingkan mobil yang baru berusia  1 tahun , maka usia 10 tahun akan lebih besar premi yang akan dibayarkan

·         Moral Hazard
Adalah Suatu kondisi atau keadaan yang bersumber pada diri seorang yang berkaitan dengan mental , pandangan hidup, kebiasaan, tabiat , tingkah laku lingkungan yang memperbesar terjadinya
Contoh
-   Seorang pengemudi yang suka minum alcohol akan mudah terjadi kecelakaan daripada pengemudi yang tidak minum alcohol
-          Pekerjaan yang dilakukan malam hari / begadang

·         Morale Hazard
Pada dasarnya seseorang tidak mau menderita kerugian tetapi karena merasa yang bersangkutan telah mempunyai jaminan asuransi atas diri sendiri . harta bendanya menyebakan secara tidak sadar ia menjadi ceroboh atau kurang hati- hati sehingga memperbesar kemungkinan kemunginan terjadinya kerugina
Contoh
Orang yang mengasuransikan mobil cenderung menjadi ceroboh sehingga mobilnya gampang terjadi kecelakaan , disini mempengaruhi berapa preminya

·         Legal Hazard
Sering juga karena adanya per UU an ataupun peraturan yang berwajib dengan tujuan melindungi masyarakat justru diabaikan / kurang diperhatikan sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya perils ( berlindung dibalik UU )
Contoh
Pengusaha diwajibkan mengasuransikan karyawan dengan BPJS menyebabkan pengusaha melalaikan kewajiban lainnya dibidang keselamatan , kondisi kerja  sehingga kemungkinan terjadinya perils yaitu kecelakaan kerja

KERUGIAN
Adalah menurunnya atau hilangnya nilai ekonomi yang diharapkan terjadi suatu peristiwa baik atas diri , keluarga / pun harta milik
Kerugian itu tidak dapat diduga walaupun dapat diperkirakan

Kerugian dikelompokkan ada 4
1.     Kerugian atas hak milik - contoh  asset pribadi
2.    Kerugian atas pendapatan / pengeluaran - contoh dokter tidak bisa praktek, mogok  kerja
3.    Kerugian akibat tuntutan pihak ketiga  - contoh sedang membangun merusak bangunan disebelahnya
4.    Kerugian akibat adanya pengeluaran yang tidak terduga – contoh mesin rusak pada saat operasional , pesawat rusak

Jadi kesimpulannya
            “ PERILS DIPERBESAR HAZARD MENIMBULKAN KERUGIAN YANG MERUPAKAN RISIKO"

Macam – macam Risiko

    A     Risiko yang dapat diasuransikan

1.     Risiko atas harta benda kerugian langsung dan kerugian tidak langsung
2.    Risiko atas diri seseorang – mati muda, ketidakmampuan fisik, usia lanjut, pengangguran
3.    Risiko tanggung gugat – penggunaan kendaraan bermotor , penempatan atau pemakaian bangunan , mempekerjakan orang, memproduksi barang , kesalahan sebagai professional

B   B   Risiko yang tidak boleh diasuransikan

1.     Risiko pasar – perubahan harga ,konsumen yang berbeda beda , perubahan selera , persaingan
2.    Risiko Teknis – tidak berfungsinya mesin mesin secara ekonomis , kegagalan memecahkan masalah teknis, kesulitan bahan baku, kesalahan pemilihan mesin

Dalam hal tertentu risiko yang tidak dapat diasuransikan dapat menjadi risiko yang dapat disuransikan terutama bila risiko menyangkut misi misi pemerintah atau ditanggung oleh asuransi milik Negara



Dalam praktek kadangkala antara perusahaan asuransi yang satu dengan perusahaan yang lain menetapkan aturan risiko yang berbeda beda sebab apabila risiko yang tidak dapat diasuransikan pada suatu perusahan asuransi pada asuransi lainnya dapat diterima

BAB II

RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI

A.  PENGERTIAN ASURANSI
      Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa belanda dikenaldengan istilah verzekering.
       Pasal 246 KUHDagang memberi definisi tentang asuransi, adalah : asuransi atau     pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi,untuk memberikan kepadanya karena suatu kerugian yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
       Definisi pasal 246 KUHDagang di atas kemudian disempurnakan dengan Pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, yaitu :
      Asuransi adalah peg'anjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

  1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

  1. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

      Definisi pasal 246 KUHDagang terkesan lebih sempit, karena hanya melingkupi asuransi terhadap  harta benda saja. Sedangkan undang-undang usaha perasuransian pada pasal 1 angka 1 lebih luas disamping harta kekayaaan, termasuk jiwa manusia.
                                              
B. DASAR HUKUM ASURANSI
      Asuransi diatur diberbagai peraturan perundangan/seperti: KUHDagang, Undang Undang  Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian serta peraturan pelaksanaan lainnya.
1.  Dalam KUHDagang dimuat dalam :
     1.1.  Buku I, Bab IX ( pasal 246-286 ) tentang asuransi pada umumnya.
     1.2. Buku I, Bab X (pasal 287-308 ) tentang asuransi kebakaran, asuransi     pertanian, asuransi jiwa.
     1.3.  Buku II, Bab IX (pasal 592-685) tentang asuransi bahaya laut dan bahaya  perbudakan.
     1.4.  Buku II, Bab X ( pasal 686-695 ) tentang asuransi bahaya pengangkutan di daratan, di sungai dan diperairan darat.
2. Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 tentang usaha perasuransian, dengan peraturan pelaksanaannya dan seterusnya.
3. Ketentuan Perjanjian dalam KUHPerdata juga dipakai dalam asuransi (termasuk ketentuan-ketentuan lain,misalnya hukum benda dsb).

C.  PENGGOLONGAN ASURANSI
      Secara konvensional asuransi awalnya digolongkan atau dikelompokkan dalam 2 (dua) bagian besar, yaitu asuransi yang menjamin terhadap kepentingan Harta kekayaan manusia yang disebut Asuransi Kerugian, dan asuransi yang menjamin kepentingan terhadap jiwa manusia yang disebut Asuransi Jiwa (atau arusansi jumlah).
      Dalam praktik dewasa ini asuransi dapat digolongkan dalam berbagai bagian, untuk mudahnya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Asuransi Jiwa
          HMN. Purwosutjipto memberikan definisi bahwa asuransi jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri sendiri selama jalannya pertanggungan dengan cara membayar premi kepada penanggung, sebagai akibat langung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditujuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.
      Secara teoritis pada asuransi jiwa ada beberapa pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi itu yaitu :
1.1.  Penutup atau pengambil asuransi, adalah pihak dalam perjanjian   pertanggungan yang mengikatkan diri untuk membayar premi dengan teratur kepada penanggung, akibatnya dia memiliki polis.
1.2.  Badan tertanggung, adalah orang yang jiwanya dipertanggungkan, mungkin si penutup asuransi sendiri dan mungkin pula orang lain yang ditunjuk oleh si penutup asuransi.
1.3.  Penikmat mungkin si penutup asuransi sendiri atau ahli warisnya dan mungkin pula orang lain yang ditunjuk oleh si penutup asuransi.
1.4.   Penanggung (perusahaan asuransi).

2.        Asuransi Kerugian
      Molengraaff memberi definisi asuransi kerugian adalah persetujuan dengan mana satu pihak, penanggung mengikatkan diri terhadap yang lain, tertanggung untuk mengganti kerugian yang dapat diderita oelh tertanggung,karena terjadinya suatu peristiwa yang telah ditunjuk yang belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula tertanggung berjanji untuk membayar premi.
Adapun asuransi kerugian dapat digolongkan lagi ke dalam berbagai jenis yaitu :
2.1. Asuransi Kebakaran
       Berdasarkan Pasal 290 KUHDagang, yang dimaksud dengan asuransi kebakaran adalah pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan atas harta benda (harta tetap dan harta bergerak) yang disebabkan oleh kebakaran yang terjadi karena api sendiri atau api dari luar, karena udara jelek, kurang hati-hati, kesalahan atau perbuatan tidak pantas dari pelayanan tertanggung, tetangga, musuh, perampok, dan apa saja, dan dengan cara bagaimanapun sebab timbulnya kebakaran.
2.2. Asuransi Pengangkutan adalah jenis asuransi kerugian yang menjamin terhadap kemungkinan terjadinya akibat perpindahan tempat yang dibawa oleh alat pengangkut.
       Dikelompokkan atas :
       2.2.1. Asuransi pengangkutan darat
       2.2.2. Asuransi pengangkutan laut
2.3. Asuransi Aviasi
       Asuransi ini merupakan salah satu jenis asuransi pengangkutan, dikelompokkan dalam :
       3.1. Asuransi Muatan Udara
       3.2. Asuransi Cargo Udara
       3.3. Asuransi Pesawat Udara
2.4. Asuransi Kredit adalah asuransi yang menjamin kemungkinan macetnya pengembalian kredit oleh nasabah.
2.5.    Asuransi Kendaraan Bermotor adalah asuransi yang menjamin terhadap kerugian yang dapat menimpa kendaraan yang digerakkan oleh motor (motor = penggerak mekanis)
2.6.    Asuransi Kecelakaan Diri adalah suatu asuransi yang benda pertanggungannya adalah diri badan tertanggung.

3.          Asuransi Aneka
Yang dimaksud asuransi “aneka” dalam praktik asuransi kerugian yang tidak termasuk dalam asuransi kebakaran ataupun asuransi pengangkutan. Termasuk dalam kelompok asuransi aneka :
3.1. Asuransi Kecelakaan Buruh
3.2. Asuransi Tanggung Jawab Majikan
3.3. Asuransi Tanggung Jawab Umum
3.4. Asuransi Perekayasaan
4.          Asuransi Sosial
Yaitu asuransi yang menyediakan jaminan sosial.
Asuransi sosial dapat dikelompokan dalam berbagai golongan yaitu :
4.1. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
4.2. Asuransi Sosial Jasa Raharja
4.3. Asuransi Sosial Pegawai Negeri dan ABRI
4.4. BPJS

D. PRINSIP PRINSIP DALAM ASURANSI
      Sebagaimana terlihat dalam definisi asuransi baik dalam Pasal 246 KUHDagang maupun Pasal 1 butir 1Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian bahwa asuransi adalah lahir atas perjanjian. Adapun perjanjian dalam asuransi menganuit prinsip-prinsip yaitu :
1.      Prinsip Kepentingan (Insurable Interest)
      Di dalam Pasal 250 KUHDagang disebutkan bahwa : Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yaang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.
      Prinsip kepentingan menegaskan bahwa orang yang menutupi asuransi harus mempunyai kepentingan (interest) atasbarang yang dipertanggungkan (insurable), atau orang yang ditutup asuransi atas barangnya oleh orang lain (yang dikuasakannya), harus mempunyai kepentingan atas barang itu.
     Bila dia tidak mempunyai kepentingan, maka sekalipun polis telah ditutup dan premi telah dibayar, maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi bila barang atau orang itu mengalami kerugian.
      Adapun klasifikasi daripada prinsip kepentingan atasasuransi dapat bersumber pada :
1.1.  Kepentingan sebagai pemilik
1.2.  Kepentingan sebagai wakil pemilik
1.3.  Kepentingan sebagai kreditur
1.4.  Kepentingan yang timbul dari suatu perjanjian
1.5.  Kepentingan yang timbul karena tanggung jawab hukum
2.      Prinsip Itikad Baik
Di dalam Pasal 251 KUHDagang dikatakan ;
      Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberikan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.
      Maksud dari prinsip itikad baik bahwa tertanggung hendaknya memberikan data atau informasi yang benar tentang barang atau diri yang dipertanggungkan. Dengan data atau informasi yang benar itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi penanggung  (perusahaan Asuransi) untuk menerima atau menolak risiko dari tertanggung.
      Begitu pentingnya kepercayaan dan itikad baik dalam asuransi sehingga ditegaskan di dalam Pasal 17 Marine Insurance Act 1906 (Inggris), yaitu :
      A contract of marine insurance is a contract based upon the utmost good faith.
3.      Prinsip Ganti Rugi (Principle of Indemnity)
Pasal 253 KUHDagang mengatakan :
(1). Suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah sah sampai jumlah tersebut.
(2).  Apabila harga penuh sesuatu barang yang tidak dipergunakan, maka apabila   timbul kerugian, si penanggung hanyalah diwajibkan menggantinya menurut imbangan daripada bagiaan yang dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak dipertanggungkan.
(3).  Namun demikian bolehlah para pihak memperjanjikan dengan tegas, bahwa dengan tak mengingat harga lebihnya barang yang dipertanggungkan, kerugian yang menimpa barang itu akan diganti sepenuhnya sampai jumlah yang dipertanggungkan.
      Ini adalah prinsip ganti rugi yang seimbang dimana seorang tertanggung tidak boleh menerima ganti rugi melebihi daripada kerugian yang nyata yang dideritanya dari terjadinya peristiwa yang dijamin dalam polis asuransi.
      Dengan kata lain bahwa asuransi adalah bertujuan memberi ganti rugi sesuai dengan apa yang diderita tertanggung dan bukan memberikan keuntungan, sebab hal ini menyalahi keadilan.
4.      Prinsip Subrogasi
      Prinsip ini bertujuan agar seseorang tidak memperoleh keuntungan dari terjadinya kerugian, yang apabila tertanggung telah menerima ganti rugi dari penanggung, maka hak menuntut ganti rugi pada pihak lain yang dianggap menimbulkan kerugian tersebut akan jatuh atau berpindah pada penanggung, demikian pula bila tertanggung telah menerima ganti rugi dari pihak penanggung.
      Dasar hukum dari prinsip subrogasi adalah Pasal 284 KUHDagang, bahwa :
      Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga dan berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut ; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.
5.      Prinsip Koasuransi
      Ialah penutupan pertanggungan atas suaru obyek asuransi yang dilakukan oleh lebih dari suatu penanggung (perusahaan asuransi) baik pada waktu yang bersamaan atau pada waktu yang berbeda. Apabila terjadi kerugian maka tiap penanggung akan membayar masing-masing sebesar tanggungan yang dimilikinya dalam pertanggungan tersebut. Prinsip koasuransi tidak berlaku pada asuransi jiwa.
6.      Prinsip Kontribusi
      Ia mirip dengan prinsip subrogasi, hanya dalam prinsip kontribusi ini timbul suatu kerugian terhadap obyek yang diasuransikan kepada lebih dari satu penanggung (perusahaan asuransi) maka terhadap kekurangpenuhan dapat meminta pembayaran pada perusahaan lainnya.
7.      Prinsip Hukum Jumlah Bilangan Besar (The Law of Large Number)
      Adalah merupakan prinsip dasar asuransi dimana bertambah banyak jumlah obyek pertanggungan yang diterima untuk jenis pertanggungan yang sama adalah bertambah baik, karena adanya penyebaran risiko yang lebih luas dan secara matematis kemungkinan menderita kerugian dapat diramalkan mendekati kenyataan dan hal ini juga akan mempengaruhi tarif premi asuransi yang dibebankan kepada tertanggung secara relatif cenderung akan lebih rendah.



E. BEDA ASURANSI DENGAN PERJUDIAN
    (Insurance VS Gambling)
      Asuransi bertujuan untuk memindahkan risiko individu pada perusahaan asuransi. Tujuan pertanggungan terutama untuk mengurangi risiko-risiko yang ditemui dalam masyarakat.
      Tujuan asuransi menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. Yaitu :
  1. Pengalihan risiko
  2. Pembayaran ganti kerugian
  3. Pembayaran santunan
  4. Kesejahteraan anggota
      Tujuan pertanggungan menurut Prof. Sri Rejeki Hartono. adalah mengalihkan risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian.
      Sedangkan perjudian tidak mengurangi risiko melainkan menciptakan risiko. Akan tetapi, sungguhpun demikian, antara asuransi dan perjudian terdapat persamaan dalam hal-hal tertentu.
      Pada asuransi dan perjudian, besar jumlah uang yang diterima akan diterima tidak sama besarnya dengan uang yang dikeluarkan pada saat sekarang ini.
      Di samping itu terdapat banyaak perbedaan yakni :

Asuransi

1.      Asuransi terutama bertujuan untuk mengurangi risiko yang sudah ada dalam masyarakat, dengan jalan mempertanggungkan pada perusahaan asuransi (reducing of risk).
2.      Asuransi mempunyai sifat sosial terhadap masyarakat, berarti dari risiko-risiko yang ada akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Dengan adanya asuransi akan memberikan keuntungan-keuntungan tertentu pada masyarakat umumnya.
3.      Besarnya risiko (kerugian) yang timbul bisa diketahui tentang kerugian yang diderita dalam asti di ukur (degree of risk) atau bila ditentukan risiko tersebut.
4.      Kontrak asuransi dibuat secara tertulis dan mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Perjudian

1.      Pada perjudian mula-mula risiko belum ada, setelah perjudian terjadi timbullah risiko (kalah). Artinya risiko yang tadinya belum ada sekarang menjadi ada (creating of risk).
2.      Perjudian bersifat “tidak sosial”, bisa mengacaukan rumah tangga dan keuangan rumah tangga (a-moral). Degree of risk pada perjudian sulit untuk diketahui (diukur).
3.      Kontrak pada perjudian tidak mengikat, dan tidak tertulis (lisan).

F. PREMI ASURANSI


1.   Pengertian dan Dasar Hukumnya

      Dalam perjanjian asuransi ( Pasal  246  KUHDagang dan Pasal 1 angka 1 Undang
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian ) terdiri dari beberapa unsur, setidaknya adalah Penanggung (Perusahaan Asuransi), Tetanggung (Nasabah), Premi, Peristiwa yang belum pasti, kerugian. Jadi premi merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam perjanjian asuransi.
      Menurut perumusan kedua pasal diatas,seorang penanggung mendapat premi dan premi itu menurut Pasal 256 (7) KUHDagang harus dinyatakan dengan polis.
      Menurut Dorhout Mees, bahwa penanggung tidak akan mengambil alih risiko-risiko orang lain hanya berdasarkan rasa peri kemanusian saja, akan tetapi sebagai kontra prestasi dimintanya pembayaran premi dari tertanggung.
      Menurut Soenawar Soekowati, bahwa dalam perjanjian pertanggungan itu seolah-olah terjadi suatu jual beli “kepastian”, yaitu suatu kepastian yang akan memadai derita material, apabila terjadi suatu peristiwa yang merugikan itu. Dan harga pembelian itu berwujud pembelian tiga periodik yang dinamakan premi.
2.   Menetapkan Premi
      Bagaimanakah menetapkan jumlah premi agar pada pembagian risiko yang pantas antara tertangung dan penanggung ?
      Hal ini merupakan suatu teknik asuransi yang mengutuhkan penyelidikan secara ilmiah dengan menggunakan Statistik. Biasanya premi itu ditetapkan secara prosentase dari jumlah uang yang dijamin dan dihitung sedemikian rupa, sehingga dengan penerimaan premi itu penanggung dapat memperhitungkan dengan kemampuannya untuk mengganti kerugian kepada tertanggung bila tertimpa kerugian. Premi itu dapat dibayar sekaligus atau berangsur-angsur misalnya tiap-tiap tahun atau tiap-tiap bulan dibayar premi.
Contoh menetapkan premi :
      Satu rumah dimasukkan asuransi terhadap kemungkinan kebakaran dengan uang pertanggungan Rp.100.000,- (misal saja), artinya bila rumah terbakar habis, si penanggung harus membayar Rp.100.000,- kepada tertanggung kalau seandainya dari statistik dapat disimpulkan, bahwa setiap tahun dari 1000 rumah yang berada di tempat itu, hanya satu yang terbakar, maka preminya untuk satu tahun ditetapkan, perseribu dari Rp.100.000,- menjadi Rp.100,- ditambah dengan biaya-biaya administrasi dan ditambah pula dengan sejumlah uang untuk untungnya penanggung dan untuk uang cadangan.
      Tambahan-tambahan ini merupakan sekedar kerugian bagi para tertangung kalau dalam satu tahun itu rumahnya tidak terbakar.
3.   Premi Restorno

      Istilah lainnya adalah ristourne,  return of premium.


Molengraaff mengatakan :
      Restorno atau ristorno adalah pengembalian dari premi yang telah diterima dari penanggung, atau peniadaan dari kewajiban tertanggung untuk membayar premi, berdasarkan adanya, tidak terjadinya atau hilangnya risiko.
      Premi restorno diatur dalam Pasal 281 KUHDagang, dimana unsur itikad buruk, tipu muslihat, penipuan atau kecurangan dari tertanggung, maka penanggung tetap berhak atas premi, Pasal 282 KUHDagang, dan asuransi batal.
Contoh :
      Nona Silvi mempunyai mobil, kemudian diasuransikan sepenuhnya dengan jumlah Rp.100.000.000,- kepada PT. Asuransi Wahana Tata, atas dasar perhitungan tersebut PT. Asuransi Wahana Tata memetapkan premi ebesar Rp. 2.000.000,- setahun.
      Dalam perjanjianm ditutupnya dengan PT. Asuransi Wahana Tata itu nama Silvi sungguh menyangka bahwa mobilnya seharga Rp. 100.000.000,-. Jadi dalam menutup perjanjian asuransi ini Nona Silvi sungguh beritikad baik. Tetapi kemudian ternyata bahwa harga mobil tersebut sebenarnya hanya berharga Rp. 75.000.000,- sehingga kalau dulu dalam menetapkan premi PT. Asuransi Wahana Tata berpegang kepada jumlah Rp. 75.000.000,- maka premi yang harus dibayar oleh Nona Silvi hanya sebesar Rp. 1.500.000,- saja.
      Berdasarkan Pasal 281 KUHDagang, maka bila Nona Silvi  beritikad baik ia berhak atas pengembalian premi (restorno) sebesar Rp.500.000,- dari PT. Asuransi Wahana Tata.
      Nolst Trenite mengemukakan beberapa peristiwa dimana pada umumnya harus dilakukan premi restorno, yaitu :
a.      Pada pernyataan pembatalan asuransi berdasar Pasal 251 KUHDagang
b.      Jika kewajiban Penanggung berhenti karena ada perubahan risiko dengan Pasal 293 KUHDagang.
c.       Jika asuransi berakhir oleh karena benda yang diasuransikan menjadi musnah.
d.      Jika perjanjian menjadi batal oleh karena diadakan asuransi berlipat, Pasal 252 dan 266 KUHDagang.
e.      Jika asuransi ditolak oleh pemilik baru, Pasal 263 KUHDagang.
f.        Jika diadakan asuransi tentang kerugian yang telah terjadi.
g.      Jika diadakan asuransi berlebihan (Pasal 253 dan 274 KUHDagang).

G. POLIS

1.      Pengertian dan Dasar Hukum Polis
Perjanjian asuransi harus dituangkan dalam suatu akta yang dinamakan polis. Pasal 255 KUHDagang menyebutkan bahwa Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan Polis.
Ali Rido mengatakan, bahwa polis adalah suatu akta yang ditandatangani oleh penanggung, yang fungsinya sebagai alat bukti dalam perjanjian asuransi.
Molengraaff mengatakan, bahwa polis adalah suatu akta sebagai tulisan sepihak, dimana diuraikan dengan syarat-syarat apa penanggung menerima perjanjian asuransi.

2.      Syarat-syarat (Isi dan Bentuk) Polis
Isi dan bentuk suatu polis, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 256 KUHDagang, (kecuali poli asuransi jiwa) maka semua polis harus menyebutkan
2.1.  Hari ditutupnya pertanggungan
2.2.  Nama orang yang menutup pertanggungan atastanggungan sendiri atau atas tanggungan seorang ketiga
2.3.  Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan
2.4.  Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan
2.5.  Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung
2.6.  Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan sat berakhirnya itu.
2.7.  Premi pertanggungan tersebut, dan
2.8.  Pada umumnya, semua keadaan kiranya penting bagi si penanggung untuk diketahuinya, dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Syarat umum polis Pasal 256 KUHDagang di atas berlaku sebagai syarat umumnya dengan tidak menyebutkan secara khusus kelompok asuransinya. Dalam asuransi kebakaran maka syarat polis Pasal 256 ditambah syarat  khusus Pasal 287 KUHDagang.
Untuk asuransi Bahaya Laut, syarat umum Pasal 256 ditambah syarat khusus Pasal 592 KUHDagang.
Dalam asuransi bahaya yang mengancam hasil pertanian (Pasal 256 dan Pasal 299 KUHDagang), untuk asuransi pengangkutan di darat dan di sungai.
Khusus bagi asuransi jiwa berlaku syarat-syarat polis tersendiri yang diatur dalam Pasal 304 KUHDagang, yaitu :
1.      Hari ditutupnya pertanggungan
2.      Nama si tertanggung
3.      Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan
4.      Saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung.
5.      Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan.
6.      Premi pertanggungan tersebut.

H. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI

      Hal terpenting dalam perjanjian asuransi adalah menetapkan kapan saat perjanjian itu berakhir. Sebab hal ini turut menentukan diterima atau ditolaknya tuntutan ganti rugi dari tertanggung kepada penanggung.
      Berdasarkan Pasal 246 KUHDagang dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian maka asuransi adalah perjanjian. Landasan asuransi ini selain dalam KUHDagang sebelumnya disebutkan lebih dulu dalam Pasal 1774 KUHPerdata termasuk dalam Buku III tentang Perikatan. Oleh karena itu perjanjian asuransi berlaku juga pasal-pasal (ketentuan umum) bagi perikatan (perjanjian) pada umumnya yang tercantum dalam KUHPerdata dari Pasal 1313 KUHPerdata dan seterusnya.
      Dalam Pasal; 255 KUHDagang dikatakan bahwa peratnggungan harus diadakan secara tertulis dengan akta yang dinamakan polis. Dengan demikian kapan dianggap perjanjian asuransi itu lahir ?
      Sebelum menjawab pertanyaan itu, baiknya dijelaskan dulu bahwa dalam hukum dikenal 3 macam hukum perjanjian yaitu :
1.      Perjanjian Formil
2.      Perjanjian Riil
3.      Perjanjian Konsensuil
Perjanjian Formil adalah suatu perjanjian (baru mempunyai akibat hukum, menimbulkan hak dan kewajiban) apabila sudah atau telah dibuat suatu akta, tanpa adanya akta maka perjanjian ini adalah batal. Maka akta di sini merupakan syarat mutlak bagi sahnya perjanjian, maka contohnya adalah : perjanjian hak tanggungan, perjanjian pendirian PT.
Perjanjian Riil adalah suatu perjanjian yang harus diikuti dengan sesuatu penyerahan. Contoh : perjanjian pinjam meminjam, perjanjian menitipkan barang dan lain-lain. Dalam hal ini perjanjian belum ada bila sampai perundingan kata sepakat saja, maka perjanjian itu belum dianggap lahir.
Perjanjian Konsensuil adalah suatu perjanjian yang sangat sederhana, adanya perjanjian cukup dengan adanya sepakat dari pihak-pihak.
Berdasarkan kerangka hukum di atas, Kapan perjanjian asuransi dianggap lahir ?
Jika hanay Pasal 255 KUHDagang yang dilihat, maka perjanjian asuransi termasuk perjanjian formil. Berarti perjanjian asuransi dianggap lahir bila akta polisnya sudah ada.
Ketentuan perjanjian asuransi yang menurut Pasal 255 KUHDagang adalah formil, hal ini kemudian diatur dalam Pasal 257 (1) yang berbunyi :
Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup ; hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.
      Jadi, berdasarkan Pasal 257 (1) KUHDagang itu, perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian yang konsensuil. Dengan demikian perjanjian asuransi dianggap lahir semenjak adanya kata sepakat.
      Dalam praktik “kata sepakat” dalam perjanjian asuransi identik dengan “tindakan si tertanggung mengisi formulir permohonan asuransi disertai pembayaran, dan penanggung menyatakan setuju”, meskipun polis belum dikeluarkan.



     




                                                   



               




Tidak ada komentar:

Posting Komentar