Kamis, 10 Maret 2016

MINGGU KE III ASURANSI JIWA

Minggu Ke III
ASURANSI JIWA

A. PENGERTIAN

      A. Abbas Salim dalam buku Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance) memberi definisi tentang asuransi jiwa, bahwa :
       Asuransi Jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial tak terduga yang disebabkan karena meninggalnya terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama.
      Dari definisi di atas terlihat bahwa dalam asuransi jiwa risiko yang dihadapi ialah risiko kematian dan hidup terlalu lama (mempunyai batas waktu yang diperjanjikan).
      Pada bab yang lalu sudah diberikan definisi dari para sarjana lainnya, dengan bahasa yang berbeda namun pada prinsip dalam kapasitas risiko kematian dan hidup terlalu lama (melampaui batas waktu yang diperjanjikan).
      KUHDagang tidak memberi definisi tentang asuransi jiwa, begitu pula Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, hanya saja dalam Undang-Undang yang disebut tersebut memberi definisi tentang usaha asuransi jiwa, yaitu :
Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak Lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana (Pasal 1 angka 6 ).
B. DASAR HUKUM
      Dalam KUHDagang asuransi jiwa, diatur dalam Bab IX Buku I tentang Ketentuan Asuransi seumumnya (Pasal 246-286) ditambah Bab X Buku I Bagian Ketiga tentang Ketentuan Asuransi Jiwa (Pasal 302-308).

 C. PRINSIP ASURANSI JIWA
      Prinsip yang harus dipenuhi dalam asuransi jiwa adalah prinsip kerjasama dan prinsip aktuaria.
1.       Prinsip Kerjasama
Pada dasarnya asuransi jiwa merupakan suatu bertuk kerjasama antara orang-orang yang akan menghindarkan, meminimalkan atau mengurangi risiko yang diakibatkan oleh hal-hal berikut :
1.1.    Risiko kematian merupakan suatu peristiwa yang pasti terjadi, akan tetapi orang tidak dapat menentukan kapan peristiwa itu akan terjadi. Adanya peristiwa kematian menyebabkan hilangnya penghasilan dan mengakibatkan kesulitan ekonomi bagi keluarga atau tanggungan yang ditinggalkannya.
1.2.    Risiko hari tua merupakan suatu peristiwa yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan peristiwa itu akan terjadi. Yang menjadi masalah adalah orang yang tidak dapat menentukan atau mengetahui berapa lama terjadinya hari tua akan menyebabkan berkurangnya kemampuan seseorang untuk memperoleh penghasilan. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitaan ekonomi bagi dirinya dan keluarganya.
1.3.    Risiko kecelakaan merupakan suatu peristiwa yang tidak pasti terjadi, tapi tidak mustahil peristiwa itu akan terjadi. Peristiwa kecelakaan dapat menyebabkan kematian ataupun berkurangnya kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari guna mendapatkan penghasilan. Merosotnya kondisi kesehatan apalagi menjadi cacat seumur hidup akan menjadi penyebab kesulitan ekonomi bagi dirinya sendiri atau keluarga.
2.       Prinsip Aktuaria
Prinsip aktuaria maksudnya bahwa penanggung dalam mengelola usahanya menggunakan dasar-dsar perhitungan tingkat kematian, suku bunga dan biaya-biaya asuransi.
2.1.    Tingkat Kematian
Pada metode ini, cara perhitungan premi didasarkan pada hukum bilangan besar, prinsip rata-rata dan prinsip kemungkinan. Prinsip-prinsip ini akan memberikan hasil yang baik apabila diterapkan pada banyak orang. Artinya, semakin banyak orang yang disurvai, maka hasilnya akan lebih mendekati ketepatan.
(Ingat! Prinsip hukum bilangan besar)
2.2.    Suku Bunga
Prinsip sedikit demi sedikit akhirnya menjadi bukit merupakan prinsip asuransi jiwa dalam menghimpun premi asuransi. Sebagian dari dana yang berhasil dihimpun oleh perusahaan asuransi jiwa disediakan cadangan klaim. Dari cadangan klaim itulah diambil sejumlah uang sebagai santunan bagi mereka yang terkena risiko kematian, hari tua dan kecelakaan. Sedang sebagian dana yang lain didepositokan pada bank sehingga memperoleh bunga, diinvestasikan pada perusahaan-perusahaan sehingga memperoleh deviden, dipinjamkan dalam bentuk hipotik sehingga memperoleh bunga dan sebagainya.
Penghasilan diperhitungan dalam penentuan premi sehingga premi bisa lebih murah.
2.3.    Biaya-biaya Asuransi
Kepada tertanggung oleh penanggung (perusahaan asuransi) dikenakan berbagai biaya seperti biaya administrasi, biaya kantor, gaji karyawan, komisi untuk agen, dan biaya operasional lainnya. Biaya-biaya tersebut diperhitungkan dalam penentuan premi sehingga premi bertambah.
D. TUJUAN ASURANSI JIWA
      Seperti diketahui bahwa nasib manusia ke masa depan adalah belum pasti, karena itu asuransi jiwa dalam hal ini bertujuan :
1.       Melindungi Masa Depan
Banyak cara dilakukan orang untuk mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan menabung pada bank, membeli tanah, saham, dan sebagainya. Ada pilihan lainnya yaitu membeli polis asuransijiwa. Membeli polis asuransi jiwa berarti menabung pada lembaga keuangan secara teratur (pembayaran premi secara periodik).
2.       Melindungi Kehidupan Manusia
Risiko pada kehidupan manusia adalah mati tertalu cepat, atau hidup terlalu lama. Dengan membeli asuransi jiwa berarti orang sudah mengurangi risiko terhadap kebutuhan ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan (bila meninggal terlalu cepat) dan persiapan dana untuk masa tidak produktif (bila hidup terlalu lama).
3.       Melindungi Kebutuhan Hidup
      Maksud tujuan ini adalah dengan memiliki polis asuransi jiwa kebutuhan manusia karena cacat ataupun karena pensiun dapat teratasi (setidaknya mengurangi risiko kesulitan ekonomi).

E. KARAKTERISTIK ATAU SIFAT SIFAT PERJANJIAN ASURANSI JIWA

      Dalam asuransi jiwa ada beberapa sifat khas dari perjanjian tersebut, yaitu :

1.       All Policies are valued policies
Bahwa pada asuransi jiwa jumlah nilai polis sudah ditentukan jumlah maksimum dari pertanggungan. Perjanjian asuransi jiwa tidak indemnity, artinya kita bisa memperoleh keuntungan dari pertanggungan tersebut.
Contoh :   Seseorang diasuransikan dengan membayar premi Rp. 10.000,-.setelah 3 tahun ia meninggal dunia. Karena si pembeli polis meninggal dunia maka perusahaaan asuransi akan membayar jumlah pertanggungan tersebut pada ahli waris atau yang berhak.
2.       Kadang-kadang jangka waktu asuransi digunakan seumur hidup (whole life insurance),  pembayaran premi sama besarnya (misal Rp. 1000,-) walaupun risiko bertambah lama bertambah besar.
3.       Dengan membayar premi secara level premium (merata), kerugian-kerugian pada waktu membayar dikompesir untuk masa yang akan datang.
4.       Asuransi jiwa mengandung unsur “investasi’ (capital formation).
5.       Pembuktian klaim mudah, karena :
5.1.   Perjanjian bisa dibuktikan karena benar-benar berlaku.
5.2.   Tertanggung benar-benar mati.
5.3.   Apakah ahli waris benar-benar yang berhak menerima.
6.       Perjanjian adalah “uncontestable contract” artinya bila seseorang berbohong dan ini tidak diketahui oleh penanggung (perusahaan asuransi), maka perjanjian tidak dapat dibatalkan.
7.       Perusahaan asuransi akan membayar sejumlah uang tertentu kepada ahli warisnya.

F. PREMI ASURANSI JIWA

       Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung.
      Premi yang dibayar oleh tertanggung tergantung kepada sifat perjanjian yang telah dibuat antara penanggung dan tertanggung. Pembayaran premi dapat dilakukan secara meningkat (natural premium –increasing premium) dimana pembayaran preminya makin lama makin meningkat sesuai dengan pertambahan usia tertanggung.
      Pembayaran premi secara merata (level premium) bilamana pembayaran yang dilakukan tertanggung setiap tahunnya adalah sama besarnya.

G. POLIS ASURANSI JIWA

      Polis asuransi jiwa disamping sebagai alat bukti tertulis penanggung dan tertanggung tentang adanya perjanjian asuransi (Pasal 255 KUHDagang), juga didalamnya berisi klausula-klausula perjanjian yang disepakati para pihak.
      Isi polis asuransi jiwa setidaknya harus memuat apa-apa yang ditentukan oleh Pasal 304 KUHDagang. Untuk jelasnya lihat contoh pada lampiran 1.
      Menurut ketentuan Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat :
1. Hari diadakan asuransi
2. Nama tertanggung
3. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
4. Saat mulai dan berakhirnya evenemen
5. Jumlah asuransi
6. Premi asuransi

H. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI JIWA

      Lahirnya perjanjian asuransi dimulai dengan perbuatan adanya negosiasi antara tertanggung dan perusahaan asuransi (dalam hal ini biasanya diwakili oleh agen asuransi). Keinginan untuk berjanji itu dilakukan dengan berbagai tahap administratif, yaitu :
1.       Calon tertanggung mengisi formulir yang sudah disiapkan oleh perusahaan asuransi (Surat Permintaan Asuransi Jiwa).
2.       Calon tertanggung membayar premi.
3.       Penanggung memeriksa Surat Permintaan asuransi Jiwa dari calon tertanggung kemudian memberi jawaban menerima atau menolak. Saat penanggung menyatakan setuju terhadap Surat Permintaan Asuransi Jiwa dari calon tertanggung maka perjanjian asuransi dianggap lahir, meskipun polis belum diterbitkan.
4.       Polis asuransi ditandatangani (diterbitkan) oleh penanggung (penanggung asuransi).

I. KLASIFIKASI ASURANSI JIWA
      Dalam mempelajari asuransi jiwa dapat kita klasifikasikan atas tiga golongan, yaitu :
1.       Asuransi Jiwa Biasa (Ordinary Life insurance) terdiri atas :
1.1.   Asuransi Eka Waktu/Polis Jangka Warsa (Term Life Insurance).
1.2.   Asuransi Jiwa Seumur Hidup/Polis Seumur Hidup (Whole Life Insurance).
1.3.   Asuransi Dwiguna/Polis Dwiguna (Endowment Life Insurance).
2.       Asuransi Jiwa Secara Kolektif (Group Life Insurance)
3.       Asuransi Rakyat (Industrial Life Insurance)
Penjelasannya :
1.    Asuransi Jiwa Biasa
1.1. Term of Life Insurance
  Asuransi Eka Waktu merupakan suatu bentuk pertanggungan yang   mempunyai jangka waktu tertentu. Misalnya jangka waktu 2, 5, 20 tahun dan seterusnya. Pembayaran premi pada term insurance lebih murah bila dibandingkan dengan jenis pertanggungan jiwa lainnya. Kelemahannya ialah bilamana jangka waktu telah habis (daluarsa) sedangkan tertanggung masih hidup maka pemegang polis asuransi tidak bisa menarik uangnya kembali (tidak ada cash value).
1.2.   Whole Life Insurance
  Adalah asuransi secara permanen dimana pembayaran premi setiap tahun  sama besarnya (level premium). Untuk pembayaran premi tersebut ditetapkan sekali dan berlaku untuk seumur hidup. Berapapun meningkatnya risiko premi yang dilunasi oleh pemegang polis tetap saja besarnya.
      1.3.  Endowment Life Insurance
  Pada jenis ini uang pertanggungan tetap akan dibayar oleh perusahaan asuransi bilamana jangka waktu tertentu seseorang meninggal dunia ataupun ia tetap masih hidup. Preminya lebih mahal karena mengandung asuransi eka waktu dan unsur menabung.
2.       Group Life Insurance
Bila dibandingkan dengan Asuransi Jiwa Biasa maka terdapat perbedaannya, yaitu :
2.1. Pada asuransi jiwa biasa, polis dipegang oleh masing-masing pembeli asuransi, sedangkan pada asuransi jiwa kolektif polis asuransi dipegang oleh pimpinan perusahaan (misalnya : Universitas Nasional).
2.2. Perjanjian atau kontrak yang dibuat pada asuransi biasa secara individu, sedangkan pada asurani kolektif kontrak dibuat atas nama kumpulan atau group.
Beberapa sifat khusus dari asuransi jiwa kolektif, adalah :
2.1. Susunan asuransi kolektif bermacam-macam, salah satu syarat pokok yang harus dipenuhi adalah jumlah kelompok atau group paling sedikit berjumlah 25 orang atau lebih dan tergabung dalam satu organisasi tertentu, seperti kantor, pekerja, olahraga dan sebagainya.
2.2.  Kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh group dengan perusahan asuransi sifatnya tertutup. Dalam sistem ini ada 3 pihak yang berkepentingan yaitu :
           2.2.1. Pemegang Polis Asuransi
           2.2.2. Perusahaan Asuransi
           2.2.3. Tertanggung (yaitu orang-orang yang tergabung dalam satu  organisasi  
                         tertentu).
2.3. Bilamana seorang karyawan atau buruh ingin keluar dari kelompok tersebut,    maka ia boleh mengganti polis asuransinya dengan polis perseorangan.
2.4. Pegawai atau buruh tidak boleh memilih macam atau jenis asuransi yang   diinginkan. Hal ini ditentukan oleh kebijakan pimpinan.
2.5. Bila pembayaran premi dilakukan sendiri oleh buruh atau karyawan yang bersangkutan maka ahli warisnya ditentukan oleh karyawan atau buruh yang bersangkutan. Namun bila premi asuransi dibayar perusahaan maka ahli warisnya ditunjuk atau ditetapkan oleh perusahaan
2.6. Perjanjian atau kontrak yang telah dibuat batal karena :
2.6.1. Premi tidak dibayar
2.6.2. Karyawan keluar atau berhenti
2.6.3. Dan lain-lain.
2.7. Andaikan karyawan atau buruh tersebut berhenti atau keluar dari group  tersebut maka perusahaan dapat menggantikan dengan karyawan atau buruh yang lainnya.
3.       Asuransi Rakyat
Pada mulanya asuransi rakyat timbul oleh karena asuransi ini dijual kepada pekerja-pekerja industri dimana mereka menerima gaji kecil dan dibayar secara mingguan (weekly). Di Indonesia yang menjual polis asuransi rakyat antara lain Perusahaan Asuransi Bumi Putra 1912.
Adapun sifat khusus Asuransi Rakyat ini adalah :
3.1.   Memberikan jaminan yang ditujukan kepada rakyat kecil, dengan uang pertanggungan dan pembayaran premi dalam batas-batas kemampuan yang bersangkutan. Umumnya asuransi rakyat dijual kepada pekerja-pekerja industri atau pabrik.
3.2.   Cara pembayaran premi diatur sedemikian rupa, hingga tidak merupakan beban yang berat bagi pembeli asuransi (semurah-murahnya). Di Indonesia premi dibayar secara bulanan (monthly).
3.3.   Asuransi rakyat memberikan kesempatan kepada mereka yang mempunyai pendapatan rendah terutama yang tidak bisa ikut asuransi biasa. Pada umumnya asuransi biasa premi lebih tinggi atau mahal. Meskipun asuransi dibayar secara bulanan dan uang pertanggungan lebih kecil, namun akibatnya cose of insurance relatif lebih tinggi daripada asuransi biasa (Ordinary Life Insuranse) yang disebabkan oleh besarnya mortalitas dan biaya-biaya administrasi yang tinggi pula.

  



J. PASAL PASAL DALAM KUHDAGANG


BAGIAN TIGA
BAB IX
ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA
Pasal 246:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd. 1774; KUHDagang 60, 249, 252, 269, 286, 593.)

Pasal 247:
Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai: bahaya kebakaran; (KUHD 287 dst.) bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen; (KUHD 299 dst.) jiwa satu orang atau lebih; (KUHD 302 dst.) bahaya laut dan bahaya perbudakan; (KUHD 592 dst.) bahaya pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman. (KUHD 686 dst.) Mengenai dua hal terakhir dibicarakan dalam buku berikutnya. (AB. 23; KUHPerd. 1337; KUHD 268, 599.)

Pasal 248:
Terhadap semua pertanggungan, baik yang dibicarakan dalam buku ini maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku Kedua ini, berlakulah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pasal-pasal berikut. (KUHD 256, 259, 275, 283.)

Pasal 249:
Penanggung sama sekali tidak wajib menanggung untuk kerusakan atau kerugian yang langsung timbul karena cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari yang dipertanggungkan sendiri, kecuali jika dipertanggungkan untuk itu dengan tegas. (KUHD 276, 294, 637.)

Pasal 250:
Bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam denda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian. (KUHPerd. 1234, 1246; KUHD 257, 264 dst., 266, 268, 268, 281 dst.)

Pasal 251 ;
Semua pemberitahuan yang keum atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal. (KUHPerd. 1320 dst., 1328; KUHD 269 dst., 280 dst., 306, 593, 597 dst., 603 dst.; KUHP 381.)

Pasal 252 ;
Kecuali dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak boleh diadakan pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya sang sama atas barang-barang yang telah dipertanggungkan untuk nilainya secara penuh, dengan ancaman kebatalan terhadap pertanggungan yang kedua. (KUHD 253 dst., 256-10, 266, 271 dst., 277 dst., 280, 609 dst.)

Pasal 253:
Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai jumlah nilainya Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan bagi- yang tidak dipertanggungkan.

Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa mengingat kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. (KUHD 268, 289, 677.)

Pasal 254:
Pelepasan yang dilakukan pada waktu mengadakan pertanggungan atau selama berjalannya hal itu, atas hal yang menurut ketentuan undang-undang dipersyaratkan untuk hakikat perjanjian itu, atau hal yang dengan tegas dilarang, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1335 dst.; KUHD 249, 253, 256, 263, 287, 296, 299, 304, 306, 624 dst., 634, 637, 640 dst., 657, 659 dst., 688 dst., 695.)

Pasal 255:
Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. (KUHD 256.)

Pasal 256:
Semua polis, terkecuali polis pertanggungan jiwa, harus menyatakan:
1. hari pengadaan pertanggungan itu;
2. nama orang yang mengadakan pertanggungan itu atas beban sendiri atau atas beban orang lain;
3. uraian yang cukup jelas tentang barang yang dipertanggungkan;
4. jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan;
5. bahaya yang diambil oleh penanggung atas bebannya;
6. waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi atas beban penanggung;
7. Premi pertanggungan; dan
8. pada umumnya, semua keadaan yang pengetahuannya tentang itu mungkin mutlak Penting bagi penanggung, dan semua syarat yang diperjanjikan antara para pihak. Polis itu harus ditandatangani oleh setiap Penanggung (KUHD 247, 25l dst., 254, 258, 264 dst., 287, 296, 299, 302, 304, 592, 596, 624 dst., 686, 710.).

Pasal 257:
Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan sebelum Polis ditandatangani dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari tertanggung berjalan.
Pengadaan perjanjian itu membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani Polis itu dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung. (KUHD 255, 259 dst., 681-10.)

Pasal 258:
Untuk membuktikan adanya perjanjian itu, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti lain akan diizinkan juga, bila ada permulaan bukti tertulis.
Namun demikian janji dan syarat khusus, bila timbul perselisihan tentang hal itu dalam waktu antara pengadaan perjanjian dan penyerahan polisnya, dapat dibuktikan dengan semua alat bukti; akan tetapi dengan pengertian bahwa harus ternyata secara tertulis syarat yang pernyataannya secara tegas diharus dalam polis, dengan ancaman hukuman menjadi batal, dalam berbagai pertanggungan oleh ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1902; KUHD 68, 255, 262, 302, 603, 606, 615, 618, 681-10.)

Pasal 259
Bila Pertanggungan langsung diadakan antara tertanggung, atau orang yang diamanatkan atau diberi wewenang untuk itu, dan penanggung, polis itu dalam 24 jam setelah pengajuan oleh penanggung harus ditandatangani dan diserahkan, kecuali bila ditentukan jangka waktu yang lebih panjang oleh ketentuan undang-undang, dalam sesuatu hal khusus. (KUHD 260, 681-10.)

Pasal 260:
Bila pertanggungan diadakan dengan perantaraan seorang makelar asuransi, polisnya yang
ditandatangan harus diserahkan dalam delapan hari setelah mengadakan perjanjian. (KUHD
64, 684.)

Pasal 261
Bila ada kelalaian dalam hal yang ditentukan dalam kedua pasal yang lalu, penanggung atau makelar untuk kepentingan tertanggung, wajib mengganti kerugian yang mungkin dapat timbul karena kelalaian itu. (KUHD 681.)

Pasal 262
Orang yang setelah menerima perintah orang lain untuk mempertanggungkan, menahan atas bebannya sendiri, dianggap menjadi penanggung dengan syarat yang diajukan semula, dan bila tidak diajukan syarat itu, maka dengan syarat sedemikian dapat dipakai untuk mengadakan pertanggungan itu, di tempat ia seharusnya melaksanakan perintah itu atau bila ini tidak ditunjukkan, pada tempat tinggalnya. (KUHD 60, 264.)

Pasal 263:
Pada penjualan dan segala peralihan hak milik atas barang yang dipertanggungkan, pertanggungannya berlangsung untuk keuntungan pembeli atau pemilik baru, bahkan tanpa penyerahan, sepanjang mengenai kerugian yang timbul setelah barang itu menjadi keuntungan atau kerugian pembeli atau mereka yang haru memperolehnya; semua hal demikian berlaku, kecuali bila dipersyaratkan sebaliknya antara penanggung dan tertanggung yang asli.

Bila pada waktu penjualan atau peralihan hak milik, pembeli atau pemilik baru menolak untuk mengambil alih pertanggungannya, dan tertanggung asli masih tetap mempunyai kepentingan dalam barang yang dipertanggungkan, maka pertanggungan itu akan tetap berjalan untuk kepentingannya. (KUHPerd. 584, 1459 dst.; KUHD 281, 321.)

Pasal 264:
Pertanggungan dapat diadakan tidak hanya atas beban sendiri, akan tetapi juga atas beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, dan untuk hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 1354 dst., 1792 dst.; KUHD 262, 333, 378, 598.)

Pasal 265
Pada pertanggungan untuk pihak ketiga, harus dengan tegas dinyatakan dalam polisnya, adakah hal itu terjadi berdasarkan pemberian amanat, ataukah di luar pengetahuan yang berkepentingan. (KUHD 256, 264.)

Pasal 266
Pertanggungan tanpa pemberian amanat dan di luar pengetahuan yang berkepentingan, adalah batal, bila dan sejauh barang yang sama itu telah dipertanggungkan oleh yang berkepentingan, atau oleh pihak ketiga atas amanatnya, sebelum saat ia mengetahui tentang pertanggungan yang diadakan di luar pengetahuannya. (KUHPerd. 1357; KUHD 252, 254, 264, 277 dst., 281, 333, 378, 598, 652.)

Pasal 267:
Bila dalam polisnya tidak dinyatakan, bahwa pertanggungan itu diadakan atas beban pihak ketiga, tertanggung dianggap telah mengadakannya untuk dirinya sendiri. (KUHD 265, 281 dst.)

Pasal 268
Pertanggungan dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. (KUHD 247, 250, 599.)

Pasal 269
Semua pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang kerugiannya terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat mengadakan perjanjiannya, adalah batal, bila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa amanat telah menyuruh mempertanggungkan, telah mengetahui tentang adanya kerugian itu. (KUHPerd. 1328; KUHD 246, 251, 281 dst., 306, 597 dst., 604, 606; KUHP 381.)

Pasal 270
Persangkaan ada, bahwa orang telah mengetahui tentang kerugian itu, bila hakim dengan mengindahkan keadaannya, berpendapat bahwa sejak adanya kerugian itu telah lampau begitu banyak waktu, sehingga tertanggung telah dapat mengetahuinya.

Dalam hal keragu-raguan, hakim bebas untuk memerintahkan tertanggung dan pemegang amanatnya bersumpah, bahwa mereka pada waktu mengadakan perjanjiannya tidak mengetahui tentang adanya kerugian itu.

Bila sumpah itu dibebankan oleh satu pihak kepada pihak lawannya, maka sumpah itu dalam segala hal oleh hakim harus diperintahkan. (KUHPerd. 1916-30; 1929 dst., 1940 dst.; KUHD 282, 597 dst.)

Pasal 271:
Penanggung selalu dapat mempertanggungkan lagi hal yang telah ditanggung olehnya. (KUHD 252, 279.)

Pasal 272:
Bila tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu yang akan datang melalui pengadilan ia dapat mempertanggungkan lagi kepentingannya untuk bahaya itu juga.

Dalam hal itu, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang baru, baik pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan. (KUHD 279 dst., 281 dst.)

Pasal 273:
Bila nilai barang yang dipertanggungkan tidak dinyatakan dalam polisnya oleh para pihak, hal itu dapat dibuktikan dengan semua alat bukti. (KUHPerd. 1866; KUHD 256, 295, 621 dst.)

Pasal 274:
Meskipun nilai itu dinyatakan dalam polisnya, hakim mempunyai wewenang untuk memerintahkan kepada tertanggung untuk menguraikan dasar layaknya nilai yang dinyatakan, bila diajukan alasan yang menimbulkan persangkaan yang mempunyai dasar karena pemberitahuan nilai yang terlalu tinggi.

Penanggung dalam segala hal mempunyai kekuasaan untuk membuktikan terlalu tingginya nilai yang dinyatakan itu di depan hakim. (KUHPerd. 1922; KUHD 253, 275, 295, 619.)

Pasal 275
Akan tetapi bila barang yang dipertanggungkan sebelumnya telah dinilai oleh ahli yang diperuntukkan bagi itu oleh para pihak, dan bila dituntut, disumpah oleh hakim, maka penanggung tidak dapat membantahnya, kecuali dalam hal adanya penipuan; semuanya ini tidak mengurangi pengecualian yang dibuat dalam ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1328, 1449; KUHD 282, 295, 619.)

Pasal 276:
Tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan dari tertanggung sendiri, dibebankan pada penanggung. Bahkan ia boleh tetap memegang atau menagih preminya, bila ia sudah mulai memikul bahaya. (KUHD 249, 282, 290, 294, 307, 637, 693.)

Pasal 277:
Bila berbagai pertanggungan diadakan dengan itikad baik terhadap satu barang saja, dan dengan yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan penanggung berikut dibebaskan.
Bila pada penanggung pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu mengadakan pertanggungan itu. (KUHD 252.)

Pasal 278:
Bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung
dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama, menurut perimbangan jumlah
yang mereka tanda tangani, hanya memikul nilai sebenarnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan itu juga berlaku, bila pada hari yang sama, terhadap satu benda yang sama
diadakan berbagai pertanggungan. (KUHD 277, 280.)
Pasal 279
Tertanggung dalam hal-hal yang disebut dalam dua pasal yang lalu, tidak boleh membatalkan pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian terikat.

Bila tertanggung membebaskan penanggung-penanggung pertama, ia dianggap menetapkandiri mengganti tempat mereka sebagai penanggung untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama.

Bila ia mengadakan pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung ulang
mengganti tempatnya dalam urutan itu juga. (KUHD 271 dst.)

Pasal 280:
Tak dianggap sebagai perjanjian yang tidak diperkenankan, bila setelah pertanggungan suatu barang untuk nilai penuhnya, yang berkepentingan selanjutnya mempertanggungkannya, untuk seluruhnya atau sebagian, dengan ketentuan tegas, bahwa ia hanya akan dapat melakukan haknya terhadap para penanggung, bila dan selama ia tidak akan dapat menagihganti rugi pada penanggung yang dahulu.
Dalam hal perjanjian yang demikian, perjanjian yang diadakan sebelum itu, dengan ancaman hukuman akan menjadi batal, harus diuraikan dengan jelas dan begitu pula akan berlaku ketentuan pasal 277 dan pasal 278 terhadap itu. (KUHD 252.)

Pasal 281:
Dalam segala hal di mana perjanjian pertanggungan untuk seluruhnya atau sebagian gugur, atau menjadi batal, dan asalkan telah bertindak dengan itikad baik, penanggung harus mengembalikan preminya, baik untuk seluruhnya atau sebagian yang sedemikian untukmana Ia belum menghadapi bahaya. (KUHD 250 dst., 266 dst., 269, 272, 276, 603, 615, 618, 635 dst., 652 dst., 662.)

Pasal 282
Bila batalnya perjanjian terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kejahatan tertanggung, penanggung mendapat preminya, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1328, 1453; KUHD 270, 653; KUHP 381.)

Pasal 283:
Dengan tidak mengurangi ketentuan khusus yang dibuat tentang berbagai macam pertanggungan, tertanggung wajib dengan giat mengusahakan, agar kerugian terhindar atau berkurang, setelah kejadian tersebut ia harus segera memberitahukan kepada penanggung; semua dengan ancaman penggantian kerugian, biaya dan bunga, bila ada alasan untuk itu.

Biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk menghindari atau mengurangi kerugian menjadi beban penanggung, meskipun hal itu bila ditambahkan pada kerugian yang diderita, melampaui jumlah uang yang dipertanggungkan, atau daya upaya yang dilakukan itu telah sia-sia belaka. (KUHPerd. 1357; KUHD 249, 294, 654, 718.)

Pasal 284:
Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu; dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1354, 1365 dst., 1402; KUHD 290, 637, 656, 693.)

Pasal 285:
Dihapus dg. s. igo6-348.

Pasal 286:
Perseroan-perseroan pertanggungan atau penjaminan timbal-balik harus menaati ketentuan dalam perjanjiannya dan peraturan yang berlaku, dan bila tidak lengkap, harus menurut asas-asas hukum pada umumnya. Larangan-larangan yang termuat dalam pasal 289 alinea terakhir, secara khusus juga berlaku terhadap perseroan-perseroan ini. (KUHD 15, 53, 308; S. 1870-64 pasal 10.)




ASURANSI JIWA
Pasal 302:
(s.d.u. dg. S. 1876-141.) Jiwa seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidup ataupun untuk suatu waktu yang ditentukan dengan perjanjian. (KUHD 247 dst., 304-40.)

Pasal 303:
Yang berkepentingan dapat mengadakan pertanggungan, bahkan di luar pengetahuan atau izin dari orang yang jiwanya dipertanggungkan.

Pasal 304:
Polis itu memuat:
1. hari pengadaan pertanggungan itu;
2. nama tertanggung;
3. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
4. waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir;
5. jumlah uang yang dipertanggungkan;
6. premi pertanggungannya. (KUHD 254, 256, 258, 302, 306.)

Pasal 305:
Perencanaan jumlah uangnya dan penentuan syarat pertanggungannya, sama sekali diserahkan kepada persetujuan kedua belah pihak. (KUHPerd. 1780.)

Pasal 306:
Bila orang yang jiwanya dipertanggungkan pada waktu pengadaan pertanggungan telah meninggal dunia , gugurlah perjanjian itu, meskipun tertanggung tidak dapat mengetahui tentang meninggalnya itu; kecuali bila dipersyaratkan lain. (KUHPerd. 1779; KUHD 251
dst., 269, 281.)

Pasal 307:
Bila orang yang mempertanggungkan jiwanya bunuh diri atau dihukum mati, gugurlah pertanggungannya. (KUHD 276.)

Pasal 308

Dalam bagian ini tidak termasuk dana janda, perkumpulan-perkumpulan tunjangan hidup (tontine), perseroan pertanggungan jiwa timbal-balik, dan perjanjian lain semacam itu yang berdasarkan kemungkinan hidup dan kematian, yang untuk itu diharuskan mengadakan simpanan atau sumbangan tertentu atau kedua-duanya. (KUHD 286; S. 1870-64 pasal 10.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar